Jakarta, CNN Indonesia -- Parlemen Afghanistan menolak perempuan pertama yang dicalonkan menjadi ketua Mahkamah Agung pada Rabu (8/7). Penolakan ini semakin memperpanas krisis politik yang tengah melanda pemerintah Afghanistan.
Diberitakan Reuters, melindungi hak perempuan merupakan salah satu janji dalam kampanye Presiden Ashraf Ghani. Pencalonan kandidat wanita sebagai ketua Mahkamah Agung dinilai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baru, pasca cengkraman Taliban yang kerap kali melarang perempuan di hampir semua sektor kehidupan publik.
(
Baca juga: Perundingan Damai Afghanistan-Taliban Dimulai di Pakistan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meminta presiden untuk mencalonkan orang lain untuk posisi ini," kata wakil ketua Haji Zahir Qadir, pada Rabu (8/7).
Ghani kini masih berupaya untuk menjalankan agendanya di pemerintahan. Setelah sembilan bulan menjabat sebagai presiden, Ghani belum dapat merampungkan kabinetnya.
Penolakan ini terjadi menyusul jajak pendapat parlemen pekan lalu yang menolak menteri pertahanan yang ditetapkan presiden.
Setelah 14 tahun pemerintahan Taliban berakhir akibat intervensi militer pimpinan Amerika Serikat, Afghanistan masih sangat konservatif. Oleh karena itu, hak-hak perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia perpolitikan Afghanistan dikhawatirkan tidak dapat ditegakkan.
"Saya berharap presiden menominasikan perempuan lain untuk posisi ini," kata anggota parlemen Shukria Barakzai yang terkenal vokal menyuarakan hak-hak perempuan, sesaat setelah penolakan tersebut diumumkan.
Meskipun menolak calon wanita sebagai ketua Mahkamah Agung, sejumlah kandidat gubernur bank sentral dan pejabat Mahkamah Agung lainnya disetujui parlemen.
Hari ini, Rabu (8/7), perwakilan pemerintah Afghanistan dan kelompok militan Taliban melakukan pembicaraan langkah-langkah perundingan damai di Islamabad, Pakistan.
pertemuan ini akan menjadi langkah pertama dalam negosiasi damai untuk menghentikan perang selama 13 tahun. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan Qazi Khalilullah mengatakan, turut menghadiri pertemuan tersebut adalah delegasi dari Amerika Serikat dan China.
Pakistan menjadi penyelenggara pertemuan itu sebagai "bagian dari komitmen proses perdamaian dan rekonsiliasi yang dipimpin Afghanistan.
(ama/ama)