Washington, CNN Indonesia -- Komunitas intelijen di Amerika Serikat meyakini ISIS tengah membangun kapasitas untuk melakukan serangan pemusnah massal. Langkah ini dianggap akan menjadi perubahan pola serangan ISIS di luar negeri yang sebelumnya mengandalkan
lone wolf.
Diberitakan CNN, Sabtu (8/8) para intel AS sampai saat ini meyakini bahwa ISIS fokus pada serangan skala kecil, melibatkan satu atau sekelompok orang dengan senjata sederhana. Cara ini berbeda dengan saingan mereka, yaitu al-Qaidah di Semenanjung Arab, AQAP, yang sering melakukan serangan yang memakan banyak korban, seperti rencana pengeboman pesawat.
Persaingan kedua kelompok teror ini menurut intel AS pada CNN memaksa ISIS untuk melakukan serangan berskala besar, demi menarik perhatian dan mengundang lebih banyak pengikut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu bukti persaingan ini adalah video yang dirilis belakangan ini oleh salah satu pembuat bom AQAP Ibrahim al-Asiri yang menyerukan lebih banyak serangan lone-wolf, metode yang banyak digunakan pengikut ISIS.
"Saya kira mereka (ISIS) memiliki banyak pengikut baru yang tidak sempat dilatih, yang belum sempat masuk dalam sistem, yang akan digunakan untuk menciptakan kerusakan besar untuk menarik perhatian media, tepat seperti yang mereka inginkan, menunjukkan bahwa mereka masih kuat," kata pengamat militer CNN Letjen Mark Hertling.
Namun ISIS memang bukan kelompok sembarangan. Laporan intel AS menunjukkan bahwa, warga asing yang menjadi pengikut baru ISIS di Suriah dan Irak masih mengalir deras.
Saat ini jumlah total pengikut ISIS diduga mencapai antara 20 ribu hingga 30 ribu orang. Jumlah ini tetap stabil kendati serangan udara koalisi Amerika Serikat terus dilancarkan, dan diyakini ribuan militan ISIS tewas dalam penyerbuan tersebut.
Ditambah lagi, upaya AS melatih pemberontak Suriah untuk memerangi ISIS menemui banyak hambatan. Pejabat Kementerian Pertahanan AS pada CNN mengatakan setengah dari jumlah peserta latihan hilang, beberapa membelot sesaat setelah dilatih atau tertangkap dalam penerbuan militan al-Nusra yang berafiliasi dengan al-Qaidah pekan lalu.
Pejabat AS mengaku bahwa para peserta latihan itu "bukan lagi unit militer yang terkoordinir," dan pejabat Pentagon mengatakan bahwa cara mereka mendukung para pemberontak Suriah harus diubah.
Namun angin segar belakangan muncul setelah AS mendapatkan lampu hijau untuk menyerang ISIS dari pangkalan udara di Turki.
"Di Irak, ISIS telah kehilangan 30 persen wilayah yang mereka rebut musim panas tahun lalu. Keseluruhan, ISIS telah kehilangan lebih dari 17 ribu kilometer persegi wilayah mereka di utara Suriah," kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest Jumat lalu.
(den)