Jakarta, CNN Indonesia -- Korban selamat dari serangan kekerasan anti-Kristen di India telah mengajukan banding kepada presiden. Mereka menuding negara telah gagal menyediakan keadilan dan kompensasi tujuh tahun setelah insiden yang disebut kekerasan terburuk itu.
Dikutip dari Reuters, Selasa (8/9), perseteruan antara komunitas Hindu dan minoritas Kristen meletus di Kandhamal, distrik pedesaan di sebelah timur negara bagian Odisha, Agustus 2008 setelah dibunuhnya pemimpin agama Hindu.
Menurut Komite Kandhamal untuk Perdamaian dan Keadilan, KCPJ, lebih dari 90 orang yang kebanyakan penganut Kristen dibunuh, sementara 56 ribu lainnya terlantar. Sementara pemerintah mengklaim korban tewas sebanyak 38 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terdapat ribuan komplain atas serangan fisik dan seksual, perusakan rumah, pencurian, serta intimidasi yang dibuat oleh para korban, aktivis berujar bahwa hanya sedikit yang dilaporkan ke polisi dan lebih sedikit lagi yang dihukum.
"Keadilan telah menyindir kami," Bapa Ajay Singh dari KCPJ mengungkapkan dalam konferensi pers pada Selasa. "Setelah mengetuk setiap pintu di pemerintahan, tidak ada yang berniat datang untuk mengamankan keadilan bagi para korban Kandhamal."
Singh mengatakan komite bertemu Presiden Pranab Mukherjee pada Senin untuk meminta seluruh kasus kembali diungkap dan diberikannya kompensasi kepada korban.
"Ia mendengarkan kami dengan saksama dan berkata bahwa isu-isu tersebut akan dibawa ke pemerintah untuk mengetahui apa yang bisa dilakukan," ujarnya.
Komite menyebutkan hanya 827 dari 3.232 komplain yang dilaporkan ke polisi saat itu, dan sebanyak 273-nya diabaikan karena minimnya bukti. Para saksi mata tidak berani untuk memberi keterangan karena tiadanya perlindungan yang diberikan kepada mereka.
Hanya 33 kasus yang berhasil mencapai pengadilan, dan kebanyakan terdakwa yang dihukum atas tindakan pembunuhan dibebaskan dengan jaminan.
Tragedi yang dipicu oleh pembunuhan Swami Laxmanananda, pemimpin kelompok Hindu garis keras Vishwa Hindu Parishad, mendapat kecaman global, juga dari Paus Benediktus.
Menurut para aktivis hak asasi manusia, kaum Kristen lah yang menanggung beban paling berat dalam peristiwa tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh KCPJ menemukan, lebih dari 6.500 rumah dan 395 gereja dan tempat ibadah dijarah, dibongkar, dan diratakan dengan tanah.
Akibatnya, 56 ribu kaum Kristen miskin kehilangan rumah dan mata pencaharian. Sebanyak 10 ribu orang masih belum dapat kembali ke desa mereka karena khawatir akan serangan balas dendam, kata aktivis.
Pejabat pemerintah menyangkal tuduhan mengabaikan para korban Kristiani atau dipengaruhi oleh kelompok Hindu yang kuat.
"Semua orang telah pulang," ungkap Yamini Sarangi, kepala administratif Kandhamal.
"Setiap korban telah diberikan bantuan dana sesuai norma-norma negara saat itu. Tidak ada yang tertunda."
(stu)