Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry dan Menlu Rusia, Sergei Lavrov, sepakat akan melangsungkan diskusi militer dadakan untuk menghindari konflik menyusul serangan udara pertama Rusia ke markas kelompok militan ISIS di Suriah pada Rabu (30/9).
Dilaporkan Reuters, Lavrov dan Kerry tampil bersama di depan wartawan di kantor PBB untuk membahas masalah ini pada Rabu (30/9).
Lavrov menyatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa Moskow akan membangun kerja sama dengan koalisi serangan udara pimpinan AS. Lavrov menyatakan bahwa Rusia menyoroti perlunya "membangun saluran komunikasi untuk menghindari insiden yang tidak diinginkan."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerry menyetujui hal ini dan menambahkan bahwa pembicaraan kedua negara akan terjadi "sesegera mungkin, bahkan mungkin pada (Kamis).
Sebelumnya, Rusia meluncurkan serangan udara pertama di Suriah hanya beberapa jam setelah parlemen menyetujui memberi wewenang kepada pemerintah Presiden Vladimir Putin untuk mengerahkan kekuatan militer di negara itu.
Meskipun kedua menlu tampil bersama, Moskow dan Washington tetap silang pendapat soal serangan udara ini. Rusia mengklaim serangan udara ini merupakan kontribusi terhadap misi anti-terorisme.
Meski demikian, Washington dan sekutu Barat mencurigai bahwa selain menggempur ISIS, Rusia akan menargetkan kelompok pemberontak yang didukung Barat untuk memerangi ISIS dan pasukan Assad.
Kerry menyatakan kepada Dewan Keamanan bahwa koalisi serangan udara pimpinan AS akan terus melakukan misinya.
Serangan udara pertama Rusia ke terjadi sebelum Moskow dan Washington memulai diskusi untuk mencegah adanya konflik akibat kedua negara meluncurkan serangan udara di Suriah.
Pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Barack Obama sebelumnya sudah menyetujui dilangsungkannya diskusi ini.
Sementara di Moskow, Putin menyatakan bahwa serangan udara yang diluncurkan Rusia akan terbatas dan berharap Assad siap untuk melakukan reformasi politik untuk negara dan rakyat Suriah.
Serangan udara ini menargetkan peralatan militer milik ISIS, pusat komunikasi, kendaraan, dan amunisi di dekat kota Homs, Suriah.
Rancangan resolusi dari RusiaRusia mengedarkan rancangan resolusi Dewan Keamanan yang disebut Putin "bertujuan untuk mengkoordinasikan semua tindakan untuk mengkonfrontasi ISIS." Lavrov menyatakan rancangan ini akan dibahas bulan depan.
Rancangan tersebut menyambut upaya sejumlah negara dalam memerangi ISIS, al-Qaidah, Front Nusra dan kelompok terkait lainnya, serta menyerukan agar negara-negara tersebut "mengkoordinasikan kegiatan mereka dengan persetujuan dari Amerika, di wilayah-wilayah operasi militer tersebut."
Sebelum memulai serangan udara, koalisi pimpinan AS tahun lalu sempat menginformasikan Suriah, meski tidak meminta izin.
Sejumlah negara yang tergabung dalam koalisi pimpinan AS menyatakan mereka merespon permintaan bantuan militer dari Irak. Sementara Rusia menyatakan serangan udara merupakan upaya untuk menjawab permintaan bantuan dari pemerintah Suriah.
Rancangan resolusi dari Rusia juga meminta sejumlah negara yang memerangi ekstremis di wilayah tersebut menyampaikan laporan berkala kepada DK PBB soal kegiatan mereka.
Menteri Luar Negeri Perancis, Laurent Fabius mengatakan Paris hanya akan mendukung usulan tersebut jika tiga syarat dipenuhi Rusia.
Perancis mensyaratkan Rusia harus menyatakan secara jelas siapa musuhnya, harus mendorong Assad untuk menghentikan bom barel terhadap warga sipil, dan memastikan Assad akan lengser dari pemerintahan setelah transisi politik.
(stu)