Usai Penembakan, Penjualan Senjata di AS Justru Meroket

CNN Indonesia
Senin, 05 Okt 2015 14:27 WIB
Sudah menjadi tren di Amerika, setiap kali terjadi penembakan yang menewaskan banyak orang, senjata laris manis diborong warga yang ingin melindungi diri.
Sudah menjadi tren di Amerika, setiap kali terjadi penembakan yang menewaskan banyak orang, senjata laris manis diborong warga yang ingin melindungi diri. (Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penjualan senjata api di Amerika Serikat meroket usai penembakan yang menewaskan sepuluh orang pekan lalu di Oregon. Senjata laris manis diborong warga yang ketakutan dan merasa perlu mempersenjatai diri.

Diberitakan Financial Times, Minggu (5/10), Larry Hyatt pemilik toko senapan Hyatt Guns di North Carolina mengatakan penjualannya naik drastis semenjak penembakan di kampus Umpqua Kamis pekan lalu.

"Toko dibanjiri pengunjung," kata Hyatt.
 
Tren kenaikan penjualan memang terjadi di AS setiap kali usai terjadi penembakan, seperti setelah peristiwa di bioskop Aurora yang menewaskan 12 orang atau insiden kampus Virginia Tech tahun 2007 yang menyebabkan 33 orang terbunuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angka penjualan senjata tahun ini diprediksi melampaui penjualan tahun 2013, setelah penembakan SD Sandy Hook pada Desember 2012 yang menewaskan 27 orang, 20 di antaranya anak-anak.

Menurut lembaga National Instant Criminal Background Check System, dalam sembilan bulan pertama tahun ini saja ada 15,6 juta orang yang melakukan pemeriksaan latar belakang untuk membeli senjata di toko-toko berlisensi.

Sebelumnya setelah penembakan Aurora, pemeriksaan latar belakang untuk pembelian senjata meningkat lebih dari 41 persen dibanding periode sebelumnya.

Penjualan yang meningkat tahun ini merupakan keuntungan besar bagi dua produsen senjata api di Amerika Serikat, Smith & Wesson dan Sturm, Ruger & Co. Saham kedua perusahaan ini melonjak tahun ini lebih dari 73 dan 63 persen.

Presiden Barack Obama seakan tidak didengar suaranya. Sejak penembakan Sandy Hook, Obama telah mendorong reformasi kepemilikan senjata api di AS. Namun parlemen yang telah dilobi keras oleh produsen senjata bergeming atas desakan Obama.

"Ada pistol untuk setiap pria, wanita dan anak-anak di Amerika. Jadi bagaimana anda, dengan wajah tenang, mengatakan bahwa pistol membuat kita lebih aman?" kata Obama saat itu.

Namun menurut Hyatt, upaya Obama memperketat penjualan senjata malah semakin meningkatkan niat masyarakat membelinya. Masyarakat menimbun senjata karena khawatir tidak bisa mendapatkannya lagi.

"Saat publik mendengar presiden mengatakan perlunya pengendalian senjata, penjualan cenderung naik. Masyarakat berpikir, jika saya tidak mendapatkan pistol sekarang, maka akan sulit memilikinya di masa mendatang," kata Hyatt.

Ketakutan masyarakat dan kebutuhan untuk melindungi diri usai penembakan juga jadi faktor terdorongnya penjualan senjata.

"Banyak orang yang kini mengatakan, 'saya pikir tidak butuh senjata, tapi sekarang saya membutuhkannya.' Saat insiden itu terjadi di halaman belakang anda, masyarakat akan berpikir ulang," kata Jake Meyers dari toko senjata Rocky Mountain Guns and Ammo.

Lembaga riset The Pew Research Center mencatat angka pendukung hak-hak untuk memiliki senjata meningkat dalam 20 tahun terakhir, ketimbang mereka yang menginginkan pengendalian senapan. Kebanyakan pendukungnya adalah pria kulit putih, dari kubu konservatif, anggota Partai Republik, dan warga berpendidikan rendah.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER