Pengamat: Hukum Lese Majeste Thailand Rawan Disalahgunakan

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Kamis, 08 Okt 2015 18:26 WIB
Pakar politik menilai hukum lese majeste di Thailand sebenarnya memiliki isi dan tujuan yang baik, tapi penggunaannya perlu dicermati.
Pengadilan Thailand menjatuhkan hukuman dua tahun enam bulan kepada Patiat Saraiyaem, 23 tahun, dan Porntip Mankong, 26 tahun, atas tuduhan menghina Raja Bhumibol Adulyadej. (Reuters/Athit Perawongmetha)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar politik dari Thammasat University, Chaiwat Satha-Anand memaparkan bahwa hukum lese majeste di Thailand sebenarnya memiliki isi dan tujuan yang baik. Meski demikian, penggunaan hukum ini perlu dicermati.

Lese majeste merupakan pelanggaran hukum terkait penghinaan terhadap keagungan suatu kerajaan atau negara. Istilah yang diambil dari bahasa latin yang berarti "melukai yang terhormat" mulai digunakan sejak zaman Romawi kuno ini diterapkan oleh sejumlah negara hingga zaman kontemporer, termasuk Thailand.

Thailand terkenal sebagai negara dengan penerapan hukum lese majeste yang paling keras di dunia sejak tahun 1908. Ketika konstitusi Thailand dibentuk pada 1932, hukum lese majeste juga diadopsi Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penahanan atas pelanggaran hukum ini semakin marak sejak Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengambil alih pemerintahan pada kudeta militer, Mei lalu. Pemerintahan Prayuth berjanji akan mengadili mereka yang dinilai menghina Raja Bhumibol Adulyadej dan anti-monarki.

"Dilihat dari tujuannya, hukum lese majeste sangat baik, saat disahkan di zamannya. Dari isi peraturan tersebut, sekali lagi, pada zamannya mampu menciptakan solusi untuk berbagai permasalahan," tutur Chaiwat ketika ditemui CNN Indonesia, Selasa (6/10).

Meski demikian, menurut Chaiwat, hukum yang baik pun dapat disalahgunakan oleh suatu rezim untuk kepentingan tertentu.

"Misalnya saja hukum soal lalu lintas, yang secara isi dan tujuan sangat baik untuk menjaga keamanan lalu lintas. Namun, warga menyadari bahwa sebagian isi dari hukum tersebut disalahgunakan oleh polisi lalu lintas untuk kepentingan mereka," kata Chaiwat mencontohkan.

"Jadi peraturan itu tidak salah. Namun, bagaimana hukum tersebut digunakan, itu yang patut dicermati," ujar Chaiwat.

Menurut laporan The New York Times pada 22 September lalu, pada pemerintah junta militer Thailand sejak 2014, terdapat 53 kasus lese majeste, 40 di antaranya merupakan penghinaan yang diunggah atau disebarkan secara daring.

Sejak kudeta, semua kasus kejahatan kenegaraan diadili di pengadilan militer. Wakil kepala polisi nasional, Jaktip Chaijinda mengungkapkan terdapat setidaknya 20 kasus baru yang melibatkan pencemaran nama baik kerajaan pasca kudeta.

Pada Agustus 2015, Pengadilan Militer Bangkok menjatuhkan hukuman kepada Pongsak Sriboonpeng selama 60 tahun atas dugaan pelanggaran lèse majeste dalam enam tulisannya di Facebook. Hukumannya dikurangi menjadi 30 tahun setelah mengaku bersalah.

Maret lalu, pengadilan militer Thailand memvonis seorang pria selama 1,5 tahun karena menulis grafiti yang dinilai menghina Raja Bhumibol Adulyadej.

Pada Februari lalu Pengadilan Thailand menjatuhkan hukuman dua tahun enam bulan kepada dua mahasiswa yang mengaku bersalah karena menghina Raja Bhumibol Adulyadej dalam sebuah pertunjukkan drama kampus. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER