Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa mantan tokoh peradilan senior Inggris mengkritik respon pemerintahan Perdana Menteri David Cameron terhadap krisis migrasi Eropa, Senin (12/10). Bagi mereka, respons pemerintah tidak tepat dan malah mengarahkan imigran ke tangan para penyelundup.
Dalam pernyataan yang ditanda tangani lebih dari 300 hakim pensiun, pengacara, dan ahli hukum, janji Inggris untuk menampung 20 ribu pengungsi dalam lima tahun mendatang saja tidak cukup. Karenanya, mereka meminta pemerintah Inggris menyediakan rute aman bagi gelombang imigran yang kabur dari perang Suriah itu.
Sebelumnya, peradilan Inggris cukup jarang mengkritik politikus secara terbuka, namun pernyataan kali ini didukung oleh puluhan tokoh-tokoh hukum di negeri itu, seperti mantan Presiden Mahkamah Agung Nicholas Phillips, serta mantan Presiden Pengadilan Eropa untuk HAM Nicholas Bratza.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti yang lainnya, kami menganggap tawaran pemerintah Inggris untuk menampung 20 ribu pengungsi rentan Suriah dari kamp-kamp di Timur Tengah selama lima tahun ke depan terlalu rendah, terlalu lambat, dan terlalu sempit," terang pernyataan tersebut, dilansir dari Reuters.
Di bawah hukum internasional, menurut mereka, negara punya kewajiban memberikan perlindungan bagi pengungsi. Namun banyak negara Uni Eropa, termasuk Inggris, membuat hak itu sulit diakses oleh para pengungsi dengan membatasi perjalanan mereka.
"Situasi ini, lengkap dengan hukuman kejam bagi maskapai penerbangan dan kapal yang mengangkut penumpang tanpa dokumen... telah menciptakan kondisi di mana individu dan keluarga jatuh ke tangan penyelundup, dalam perahu dan kereta yang berdesakan," bunyi pernyataan itu.
Sementara itu, pemerintah mengatakan Inggris telah "berada di garis terdepan respon internasional" terhadap krisis pengungsi.
"Kami bekerja erat dengan Badan Pengungsi PBB untuk mengidentifikasi dan menampung mereka yang paling rentan," kata Richard Harrington, Menteri untuk Pengungsi Suriah. “Termasuk juga mencegah mereka dari perjalanan berbahaya yang telah menimbulkan banyak sekali kematian tragis."
Krisis pengungsi di Eropa muncul saat keimigrasian menjadi isu politik besar di Inggris. Jajak pendapat menunjukkan persoalan ini merupakan perhatian Inggris saat ini, dan dapat menjadi faktor penentu bagaimana negara itu akan bersuara pada referendum Uni Eropa, yang keanggotaannya akan berakhir tahun 2017 mendatang.
Pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Inggris mengatakan, gelombang imigran merusak masyarakat Inggris. Komentar itu mengundang kritik sejumlah tokoh bisnis, namun menuai pujian aktivis-aktivis partai dan media sayap kanan.
(stu)