Moskow, CNN Indonesia -- Pemerintah Rusia membantah hasil laporan badan penyidik di Belanda terkait penyebab jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 di Ukraina. Menurut Rusia, laporan tersebut memiliki banyak kesalahan.
Menurut badan penyidik, MH17 jatuh karena dihantam rudal Buk buatan Rusia. Meski laporan penyidik berhenti pada penyebab jatuhnya MH17, bukan pelaku penembakan, namun tudingan mengarah ke Rusia yang disinyalir memberikan rudal itu kepada kelompok separatis di Ukraina.
Wakil Kepala Badan Transportasi Udara Rusia Oleg Storchevoi mengatakan bahwa hasil penyelidikan yang dikeluarkan pada Selasa lalu itu memiliki banyak kesalahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami dengan tegas membantah hasil laporan akhir penyelidikan. Banyak kesalahannya. Laporan itu jauh dari kata logis. Laporan tersebut terkesan tidak berdasarkan analisa data obyektif, tapi para penyidik mengumpulkan bukti berdasarkan versi cerita yang sebelumnya dibuat-buat," kata Storchevoi.
Walau membantah hampir semua laporan, namun Storchevoi mengatakan Rusia mendukung penyidik yang mengatakan bahwa Ukraina harus bertanggung jawab karena tidak menutup wilayah udara di atas medan perang untuk penerbangan komersial.
"Kami mendukung kesimpulan dalam laporan yang menyatakan bahwa Ukraina harus bertanggung jawab karena tidak menutup wilayah udaranya karena adanya potensi bahaya bagi penerbangan komersial," lanjut Storchevoi.
Kementerian Luar Negeri Rusia yang mengadakan konferensi pers yang sama mengatakan ada agenda tersembunyi dari hasil laporan itu untuk menjatuhkan Rusia.
Juru bicara Kemlu Rusia Maria Zakharova, mengatakan Badan Keamanan Transportasi Udara Rusia dan perusahaan produsen rudal Buk, Almaz-Antey, telah beberapa kali memberikan hasil penyelidikan mereka pada tim penyidik di Belanda, namun selalu ditolak.
"Kami sekarang menduga niat sebenarnya dari penyelidikan yang dilakukan di Belanda bukan untuk mencari kebenaran, tapi mengumpulkan bukti untuk melawan Rusia," kata Zakharova.
Insiden jatuhnya Malaysia Airlines MH17 terjadi pada 17 Juli dan menewaskan 298 orang dari Belanda, Malaysia, Australia, Indonesia, Inggris, Jerman, Belgia, Filipina, Kanada dan Selandia Baru.
Penyidik di Belanda mengatakan mereka akan mengajukan peradilan internasional bagi kasus ini, namun belum menetapkan sarana yang akan digunakan.
(den)