Jakarta, CNN Indonesia -- Para pemimpin Tibet di pengasingan, termasuk pemimpin spiritual Dalai Lama, mengatakan pada Selasa (20/10), dua per tiga gletser di pegunungan Tibet mungkin akan musnah pada 2050 akibat perubahan iklim. Karena itu, mereka mendesak langkah nyata pada dialog iklim internasional akhir tahun ini.
Menurut mereka, dataran tinggi Tibet, penyimpan es terbesar di luar kutub utara dan selatan, telah mengalami kenaikan suhu sebesar 1,3 derajat Celsius dalam 50 tahun belakangan, tiga kali suhu rata-rata global.
Negara dengan ketinggian rata-rata lebih dari 4.000 mdpl itu amat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Pemanasan global sudah melelehkan lapisan esnya, sumber air bagi sungai-sungai yang menghidupi 1,3 juta orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dataran tinggi Tibet harus dilindungi, bukan hanya untuk orang Tibet, tetapi juga untuk kesehatan lingkungan dan keberlanjutan seluruh dunia," Dalai Lama menegaskan.
"Tidak kalah penting dari Arktik dan Antartika, inilah kutub ketiga," ujarnya di pusat pengasingan Tibet di Dharamsala, India. Pemerintah Tibet yang diasingkan bermukim di sana sejak Dalai Lama meninggalkan tanah airnya pada 1959 silam.
Desember mendatang, sekitar 200 negara akan berkumpul di Paris demi menuntaskan kesepakatan untuk memperlambat perubahan iklim dengan menjaga suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius.
Para pemimpin dunia berharap akan adanya penerus Protokol Kyoto, setelah dialog iklim di Copenhagen pada 2009 lalu berakhir mengecewakan akibat perbedaan antara Amerika Serikat dan China.
Tibet menambahkan, mereka menginginkan kesepakatan perubahan iklim yang efektif, serta turut bersuara pada dialog nanti.
Menurut pemerintahan Tibet itu, sekitar 80 persen es di Tibet telah cair dalam 50 tahun ini.
Mereka menambahkan pencairan yang cepat tersebut dapat melepaskan 12.300 juta ton karbon ke udara, memperburuk pemanasan global.
(stu)