Amnesty: Perdagangan Manusia di Asia Tenggara Terus Berlanjut

Melodya Apriliana | CNN Indonesia
Rabu, 21 Okt 2015 17:28 WIB
Usai musim panas yang berbahaya, arus imigran diperkirakan akan kembali lagi membanjiri negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Mei lalu, penyelundup menelantarkan ribuan imigran di laut dan kamp-kamp di tengah hutan usai Thailand memperketat perbatasan dan menindak keras pelaku perdagangan manusia. (Reuters/Darren Whiteside)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pemerhati hak asasi manusia Amnesty Internasional mengingatkan pada Rabu (21/10) bahwa perdagangan manusia akan terus berlanjut di Asia Tenggara. Amnesty juga merinci kekejaman yang dialami para imigran ketika berada di tangan penyelundup.

Puluhan ribu kaum Muslim Rohingya dari Myanmar serta imigran ekonomi Bangladesh telah melintasi Laut Andaman dalam beberapa tahun ini, biasanya menuju Malaysia, di bawah kendali penyelundup yang mengambil keuntungan dari pelarian mereka.

Penyeberangan itu dihentikan selama musim muson panas yang berbahaya dan dimulai kembali Oktober ini, sementara sejumlah pelaku perdagangan manusia tersebut tengah diburu di Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun menurut Amnesty, penahanan dan janji pemerintah untuk mengatasi krisis ini tak cukup membongkar jaringan kriminal yang ada, maupun mencegah orang melakukan perjalanan berbahaya tersebut.

"Ada petaka lain di Laut Andaman, kecuali pemerintah benar-benar bertindak," Anna Shea, Peneliti Pengungsi di Amnesty Internasional menegaskan, dilansir dari Channel NewsAsia.

"Ribuan orang akan berlayar dalam bulan-bulan mendatang, tetapi sejauh ini mekanisme proteksi regional, serta operasi pencarian dan penyelamatan masih jauh dari yang dibutuhkan,” tambah Anna.

Selain Amnesty, sejumlah kelompok pembela HAM lainnya juga telah lama menuding negara-negara Asia Tenggara tak acuh terhadap perdagangan dan penyelundupan manusia. Mereka bahkan menduga ada keterlibatan resmi di balik kejahatan itu.

Mei lalu, penyelundup menelantarkan ribuan imigran di laut dan kamp-kamp di tengah hutan usai Thailand memperketat perbatasan dan menindak keras pelaku perdagangan manusia. Peristiwa itu pun menuai respon Asia Tenggara. Sekitar 1.400 imigran terdampar di Aceh, dan ribuan lainnya di Malaysia.

Korban selamat menceritakan pengalaman mencekam yang mereka lewati di kapal dan kamp perbatasan Thailand-Malaysia, di mana pemukulan, pembunuhan, hingga pemerkosaan terjadi.

Laporan Amnesty berdasarkan wawancara dengan puluhan korban menyebut perlakuan penyelundup kepada imigran "kejam" dan mengingatkan bahwa ratusan dan mungkin ribuan imigran mungkin telah meninggal akibat tindakan keras Thailand.

"Fakta yang mengejutkan kami adalah bahwa mereka yang kami temui adalah orang 'beruntung' yang berhasil mencapai daratan—yang lainnya telah meninggal di laut atau dijual menjadi pekerja paksa. Pemerintah harus berupaya lebih untuk mencegah tragedi kemanusiaan ini kembali terjadi," kata Shea pada pernyataan pers.

Kaum Rohingya telah lama melarikan diri dari kampung halamannya di Rakhine, sebelah barat Myanmar, akibat perlakuan diskriminatif. Kekerasan kelompok lazim terjadi di sana, sementara kaum minoritas itu tinggal di kamp-kamp lusuh dan dilarang bekerja dan bepergian.

Pemerintah Myanmar bersikeras bahwa Rohingya tidak mengalami penganiayaan. Namun menurut Amnesty, narasumber Rohingya mereka melarikan diri dari "gambaran mengerikan serangan massa, kematian, dan kehilangan" di Rakhine.

Mereka menambahkan, mayoritas orang Rohingya "sama layaknya pengungsi", dan karena itu mesti diperlakukan serupa oleh negara-negara transit dan tujuan seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER