Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pemberontak Suriah yang didukung oleh kekuatan Barat, Free Syrian Army, menyatakan bahwa mereka tidak menolak tawaran bantuan militer dari Rusia.
"Kami tidak menolak tawaran tersebut. Kami hanya mengatakan bahwa jika Rusia memang serius menawarkan bantuan, mereka harus segera menghentikan serangan ke markas-markas kami dan menarget daerah sipil," ujar Juru Bicara Free Syrian Army, Issam Al Reis.
Kendati tak menolak, Reis mengaku hingga kini belum membutuhkan bantuan dari Rusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tidak butuh bantuan itu sekarang. Mereka harus menghentikan serangan ke markas kami, kemudian kami akan berbicara mengenai kerja sama ke depan," kata Reis.
Sementara itu, Amerika Serikat dan Arab Saudi berkomitmen meningkatkan bantuan militer dan dukungan diplomatik untuk kelompok oposisi Suriah di tengah gempuran pasukan udara Rusia yang membantu rezim Bashar al-Assad.
Komitmen ini disampaikan dalam pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry dan Raja Arab Saudi Salman di Riyadh selama akhir pekan, seperti diberitakan Reuters, Minggu (25/10).
"Mereka berjanji akan melanjutkan dan meningkatkan dukungan bagi oposisi moderat Suriah sementara jalur politik terus digencarkan," kata Kementerian Luar Negeri AS dalam pernyataannya.
Sebelumnya, kelompok oposisi Suriah telah meminta lebih banyak dukungan militer dari negara-negara penyokong, termasuk Arab Saudi, untuk melawan pasukan Suriah yang didukung oleh Hizbullah Lebanon, tentara Iran dan serangan udara Rusia.
Kerry dalam pertemuan di Wina Jumat lalu mengatakan perundingan damai Suriah akan dimulai kembali pekan depan. Sejauh ini, perundingan masih mandek lantaran Assad menolak turun dari kekuasaan, seperti yang dituntut oleh AS dan negara-negara Arab.
Arab Saudi mengatakan Assad harus lengser demi lancarnya operasi memberantas ISIS di Suriah. Pemerintah Riyadh juga mengkritisi serangan udara Rusia di Suriah yang kebanyakan membunuh warga sipil dan pasukan pemberontak moderat.
Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir setelah perundingan di Wina mengatakan bahwa dia dan koleganya belum mencapai kata sepakat soal masa depan politik Assad.
Sementara itu, Rusia mengatakan bahwa Suriah harus mengadakan pemilihan umum untuk menentukan anggota parlemen dan presiden baru yang sudah pasti juga akan menyertakan Assad sebagai calonnya. Hal ini bertentangan dengan permintaan negara Barat dan Arab yang menginginkan Assad tidak terlibat lagi dalam politik Suriah di masa depan.
Sementara panggung perundingan digelar, pertempuran terus terjadi di Suriah. Minggu lalu, militan oposisi di dekat Damaskus mengatakan telah membunuh 173 tentara rezim dalam waktu tiga pekan. Mereka juga mengklaim sudah menghancurkan perangkat keras militer, seperti tank, buldozer dan drone.
Lebih dari empat tahun konflik Suriah berlangsung, korban tewas sudah melampaui 250 ribu orang, sekitar empat juta warganya mengungsi keluar negeri, ratusan ribu di antaranya membanjiri Eropa.
(stu/stu)