Jakarta, CNN Indonesia -- Cahaya langit utara, atau terkenal sebagai Aurora Borealis, memancarkan rona hijau, merah, dan ungu yang spektakuler di langit malam kota Kirkenes, Norwegia. Turis mengunjungi serpihan Lingkaran Arktik ini demi menyaksikan cahaya memesona tersebut. Namun, alasan yang sama sekali berbeda mendorong sekelompok orang bersepeda yang tiba dari Rusia.
Berbalut pakaian tebal di tengah salju pertama musim dingin Eropa, para pengendara sepeda itu bukanlah penikmat alam, melainkan pengungsi.
Rusia tidak mengizinkan pejalan kaki melintas, sementara Norwegia memberi pidana bagi siapapun yang mengantar pencari suaka. Gabungan aturan ini memaksa pengungsi yang hendak mencapai lintasan perbatasan Storskog antara kedua negara melanjutkan perjalanan mereka dengan sepeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pengungsi pertama yang melakukannya datang pada Februari lalu, menurut inspektur kepolisian Stein Hansen. Mereka adalah orang Suriah.
"Saya kira rumor tentang rute ini sudah menyebar," kata Hansen yang kini bertanggung jawab mendaftarkan pencari suaka yang melintas di sana. "Semua orang yang datang ke Norwegia menelepon ke rumah, dan berkata itu tidak apa-apa, jalan saja."
Bagi pengungsi yang cukup beruntung mendapatkan visa maupun kediaman di Rusia, ini hanya soal terbang ke Moskow, kemudian ke kota Murmansk di utara Rusia. Usai menginap semalam di hotel, mereka dapat naik taksi ke kota industri, Nikel. Pengungsi lalu membeli sepeda dan mengayuh sisa perjalanan sejauh setengah kilometer ke Norwegia.
Sepeda-sepeda yang dibuang dengan bungkus plastik masih menempel memenuhi kontainer sampah besar dan setengah punggung truk di sisi perbatasan Norwegia. Dibeli seharga US$200 (sekitar Rp2,7 juta) di sisi Rusia, sampah tersebut bakal dibawa ke pembuangan sampah, sebelum dikompresi untuk daur ulang. Saking murahnya, sepeda-sepeda tersebut tidak memenuhi aturan Norwegia yang mewajibkan rem depan dan belakang, serta nomor seri pada rangkanya.
Dilansir dari
CNN pada Selasa (28/10), 420 orang menyeberang lewat perbatasan ini pada Agustus lalu. Sekarang, 500 orang melintas tiap pekan.
Terang saja, rute Arktik itu lebih aman ketimbang bahayanya Laut Mediterania, yang telah merenggut jiwa banyak pengungsi.
Masih terukir di ingatan seluruh dunia, foto jasad bocah 3 tahun asal Suriah, Aylan Kurdi, terdampar di pantai Turki bulan September lalu.
"Saya melihat anak saya sendiri pada dirinya, saya sampai mimpi buruk," ujar Ahmed dari Suriah, sambil menggendong putranya yang masih balita. Ahmed menambahkan, ia sangat beruntung dirinya dan putranya tak perlu bertaruh hidup di Laut Mediterania, sebab mengetahui rute Arktik.
"Tidak semua orang bisa mendapatkannya; Anda jadi merasa bersalah."
Dengan penuh rasa pilu, Ahmed terisak. Ia khawatir putranya yang sekarang telah aman tidak akan pernah melihat Suriah atau menemui neneknya yang masih ada di sana.
(stu)