Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Suriah yang hingga kini tinggal di Raqqa, kota di Suriah yang diklaim sebagai ibu kota oleh ISIS, takut mereka akan menjadi korban dari serangan udara koalisi internasional pimpinan AS yang semakin gencar menggempur markas ISIS setelah serangan teror di Paris pekan lalu.
Raqqa selama ini menjadi sasaran bom serangan udara koalisi AS maupun Rusia. Usai serangan teror di Paris yang menewaskan 132 orang pekan lalu, Raqqa menjadi saksi bisu gempuran serangan udara dari jet Perancis yang semakin meningkat.
Kementerian Pertahanan Perancis melaporkan bahwa jet tempur negaranya menjatuhkan 20 bom di sejumlah wilayah perekrutan dan pelatihan dan gudang senjata ISIS, semenjak serangan di Paris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serangan udara Perancis di Suriah tersebut dinyatakan akurat oleh sejumlah aktivis dan kelompok pemantau perang Suriah, Syrian Observatory for Human Rights, dan tidak menimbulkan korban jiwa.
Sebelum serangan udara Perancis yang masif itu, Rusia telah menerjunkan jet tempurnya untuk membombardir Raqqa dalam kampanyenya mendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
"Langit di atas Raqqa penuh sesak dengan pesawat tempur sejak kemarin," kata anggota kelompok Raqqa is Being Slaughtered Silently, atau RSS, lembaga jurnalisme warga, dikutip dari Reuters.
"Beberapa pihak menargetkan wilayah kota, menciptakan teror di kalangan warga, yang takut mereka menjadi korban atas apa yang diperbuat Daesh," kata anggota RSS yang meminta namanya tak dipublikasikan karena alasan keamanan. 'Daesh' merupakan nama lain dari ISIS.
"Gelombang serangan udara dimulai dari Rusia, yang pada siang hari menargetkan wilayah perumahan di kota, menyebabkan lima warga sipil tewas, termasuk satu anak," kata aktivis, yang menentang ISIS maupun pemerintah Suriah ini.
Menurut anggota RSS tersebut, aliran informasi dari Raqqa kini sangat dibatasi oleh ISIS, yang berupaya untuk mengontrol komunikasi dan gerakan penduduk Raqqa. Bahkan, pergerakan warga di perkotaan dibatasi sejak serangan udara Perancis, yang meluncurkan hampir 30 serbuan ke sejumlah wilayah di Raqqa.
Bom mengguncang Raqqa"Suara ledakan mengguncang kota dan menerangi langit. Serangan koalisi jauh lebih tepat, tetapi serangan Rusia sembarangan," kata warga, dihubungi oleh Reuters melalui Skype.
RSS mengunggah video yang menunjukkan suara gemuruh jet tempur dari dalam Raqqa. RSS menyatakan serangan udara menghantam dua target ISIS di Raqqa dan di daerah di mana Kayla Mueller, warga AS, yang disandera ISIS terbunuh awal tahun ini.
Kepala Syrian Observatorium for Human Rights, Rami Abdulrahman, memaparkan terdapat lebih dari 30 ledakan terdengar di wilayah kota Raqqa semalam.
Raqqa merupakan kota pertama yang jatuh ke kelompok pemberontak yang bertujuan menggulingkan Assad pada 2013 dan dikendalikan oleh berbagai kelompok pemberontak sebelum akhirnya jatuh ke tangan ISIS.
Menurut warga Raqqa lain yang dihubungi Reuters, militan ISIS, bersama dengan keluarga mereka, kini memiliki populasi yang cukup besar di kota
"Banyak penduduk kota melarikan diri, tapi setidaknya 30 sampai 40 persen dari penduduk asli masih di sini," kata warga tersebut.
ISIS, yang menerapkan hukuman fisik dan pemenggalan di Raqqa, juga mengurusi sejumlah fasilitas umum di Raqqa, membayar gaji dan menjalankan hampir semua institusi publik di kota. Oleh karenanya, ISIS mendapat sejumlah dukungand dari warga lokal.
RSS melaporkan terdapat tanda-tanda ISIS tengah merencanakan serangan berikutnya. ISIS dilaporkan telah menggali parit di sekitar kota, meletakkan ranjau dan didistribusikan amunisi.
Sementara, The Raqqa Revolusioner Front, sebuah kelompok pemberontak Suriah yang merupakan bagian dari aliansi pemberontak Suriah yang didukung AS mengumumkan pihaknya berencana melancarkan serangan darat sesegera mungkin terhadap ISIS di Raqqa.
"Hanya selama serangan udara berlangsung orang-orang akan panik. Selebihnya, hidup terus berjalan normal. Warga di sini terbiasa akan situasi yang telah berlangsung selama satu setengah tahun ini," ujar warga Raqqa yang meminta namanya tak dipublikasikan ketika dihubungi Reuters.
(ama/stu)