Dua Pemimpin Oposisi Bangladesh Divonis Hukum Gantung

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2015 19:40 WIB
MA Bangladesh menolak permohonan banding terakhir dari dua pemimpin oposisi yang diadili atas tuduhan kejahatan perang selama pada 1971 silam.
Ilustrasi hukum gantung. (fergregory)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung Bangladesh pada Rabu (18/11) menolak permohonan banding terakhir dari dua pemimpin oposisi yang diadili atas tuduhan kejahatan perang selama perebutan kemerdekaan pada 1971 silam.

Seperti dilansir Reuters, putusan ini dianggap dapat memicu aksi protes berujung kekerasan dari para pendukung pemimpin oposisi tersebut.

Selama beberapa bulan belakangan, Bangladesh dilanda kekerasan Islamis yang menewaskan dua orang asing, empat penulis sekuler, dan penerbit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu pemimpin oposisi yang didakwa adalah Ali Ahsan Mohammad Mujahid, sekretaris jenderal Partai Jamaat-e-Islami. Ia dinyatakan bersalah atas lima tuduhan, termasuk penyiksaan dan pembunuhan kaum intelektual dan minoritas Hindu ketika ia menjabat sebagai komandan Al Badr saat perang untuk melepaskan diri dari Pakistan.

Terdakwa kedua adalah Salahuddin Quader Chowdhury, mantan legislator Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) pimpinan mantan Perdana Menteri Khaleda Zia. Pada Oktober 2013, ia didakwa atas tuduhan genosida, penganiayaan agama, penculikan, dan penyiksaan selama perang.

"Seluruh bangsa senang dengan putusan ini," ujar Jaksa Agung Bangladesh, Mahbubey Alam.

Kedua pemimpin oposisi tersebut akan dihukum gantung jika mereka tidak mengajukan permohonan maaf kepada presiden.

Mujahid merupakan mantan Menteri Kesejahteraan Sosial periode 2001-2006 di bawah kepemimpinan Khaleda. Ia akan menjadi mantan menteri pertama dan orang ketiga secara keseluruhan yang dihukum gantung.

Sementara itu, Chowdhury akan menjadi pimpinan BNP pertama yang diganjar hukuman gantung jika tidak meminta maaf kepada presiden.

"Terserah mereka apakah mereka akan meminta pengampunan atau tidak," ujar penasihat pembela, Khandaker Mahbub Hossain.

Orang asing diserang

Hanya berselang beberapa jam sebelum putusan dibacakan, seorang pendeta Italia terluka akibat serangan di Bangladesh. Militan ISIS mengklaim sebagai dalang di balik serangan tersebut.

Namun, pemerintah menyanggah klaim tersebut dan mengatakan bahwa itu merupakan bagian dari rangkaian kekerasan lawan politik lokal yang berkaitan dengan partai-partai Islami.

Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, pertama kali membuka proses penyelidikan mengenai kejahatan perang pada 2010.

Sejak saat itu, dua orang pemimpin Jamaat telah dieksekusi, yaitu pada Desember 2013 dan April lalu. Mereka menolak untuk meminta pengampunan kepada presiden.

Menurut beberapa kelompok pemerhati hak asasi manusia, prosedur pengadilan tersebut tak sesuai standar internasional.

Komisi HAM Tom Lantos bentukan Kongres AS mengatakan bahwa dewan pembela Mujahid diintimidasi dan ditahan, sementara Hasina mendesak untuk melakukan penyelidikan secepatnya. Hal ini menuai perhatian dari masyarakat luas mengenai proses pengadilan yang dianggap tak adil.

Organisasi non-profit basis Italia, No Peace Without Justice, mengatakan bahwa proses pengadilan tersebut merupakan, "senjata balas dendam politik yang sebenarnya menarget oposisi politik."

Pemerintah Bangladesh menampik tudingan tersebut.

Bangladesh merdeka dan menjadi negara sendiri di antara India dan Pakistan. Sekitar tiga juta orang tewas dalam perang kemerdekaan tersebut. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER