Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas keamanan Perancis menyatakan tersangka dalang dari serangan Paris tewas dalam penggerebekan polisi di utara ibukota, mengakhiri perburuan orang yang paling dicari di Eropa tersebut.
Seperti dikutip dari
Reuters, pihak berwenang Perancis mengatakan mereka telah mengidentifikasi mayat warga Belgia tersebut, Abdelhamid Abaaoud dari sidik jari setelah penggerebekan pada Rabu lalu, di mana setidaknya dua orang tewas termasuk seorang perempuan pembom bunuh diri, setelah baku tembak dengan polisi.
"Tubuhnya kami temukan di gedung, penuh dengan luka," jelas dari jaksa penuntut Paris, sehari setelah serangan fajar. Jaksa itu kemudian menambahkan bahwa tidak jelas apakah Abdelhamid telah meledakkan sabuk bunuh diri atau tidak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abaaoud dituduh mendalangi pemboman terkoordinasi dan penembakan di ibukota Perancis pada Jumat lalu, yang menewaskan 129 orang. Tujuh penyerang tewas dalam serangan itu dan delapan tersangka masih buron.
Perdana Menteri Perancis Manuel Valls menyampaikan kabar kematian Abdelhamid di parlemen pada hari Kamis yang disambut tepuk tangan dari anggota parlemen setelah memberikan dukungan untuk memperpanjang keadaan darurat selama tiga bulan.
"Kita tahu hari ini, bahwa dalang dari serangan tersebut merupakan salah satu yang tewas," kata Valls kepada wartawan.
Disebutkan bahwa sebelum serangan pekan lalu, Abdelhamid, pria kelahiran Maroko itu adalah salah satu rekrutan terbaik ISIS di Eropa. Hal itu dijelaskan secara online oleh majalah ISIS berbahasa Inggris, Dabiq, di mana ia menceritakan perjalanan lintas batas Eropa untuk melakukan serangan.
ISIS, yang mengontrol Irak dan Suriah, telah menarik ribuan anak muda Eropa, dan Abdelhamid dipandang sebagai seorang tokoh terkemuka dalam menarik orang lain untuk gerakan itu, terutama dari negara asalnya Belgia.
Ia mengaku telah melakukan perburuan setelah serangan di Belgia pada tahun 2013, di mana dua militan lainnya tewas. Keluarganya sendiri bahkan tidak menganggap dirinya, dan menuduhnya menculik adiknya berumur 13 tahun, yang kemudian dipromosikan di internet sebagai pejuang asing termuda di ISIS.
Sebelum serangan, pemerintah Eropa berpikir Abdelhamid masih di Suriah. "Ini adalah kegagalan besar," kata Roland Jaquard dari Observatorium Internasional untuk Terorisme.
Kendati pelacakan yang cepat terlihat sebagai sebuah keberhasilan besar bagi otoritas Prancis, tetapi kehadiran Abdelhamid di Paris akan lebih menyita perhatian terkait lemahnya keamanan Eropa dalam memantau perbatasan benua.
Karena itu, para pejabat Perancis telah menyerukan perubahan fungsi zona Schengen Uni Eropa, yang biasanya tidak memonitor keluar masuknya warga 26 negara tersebut. Adapun ratusan ribu warga Suriah telah tiba di Eropa sebagai pengungsi dalam beberapa bulan terakhir, termasuk seseorang yang menggunakan paspor di tempat dalam salah satu serangan hari Jumat.