Penyanderaan di Mali, Jumat Kelam Afrika

Hanna Azarya & Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Sabtu, 21 Nov 2015 10:29 WIB
Jumat yang menyakitkan terjadi melintasi samudera, tepat sepekan teror ISIS di Perancis, ledakan bom di Beirut, Lebanon, kini Mali dinyatakan darurat.
Sandera berhasil diselamatkan keluar The Radisson hotel di Bamako, Mali, November 20, 2015. Pria bersenjata meneriakan slogan Islamic Jihadis menyerang hotel mewah yang dipenuhi turis asing termasuk warga Perancis di dalamnya. Menyandera 170 orang. (REUTERS/REUTERS TV MANDATORY CREDIT EDITORIAL USE ON)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jumat (13/11), Perancis dilanda terror yang diklaim dilakukan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), menewaskan setidaknya 132 orang. Tepat sepekan setelahnya, Jumat (20/11), sekelompok Islamis menyerbu hotel mewah di Mali dan menyekap sekitar 170 orang di dalamnya, termasuk warga Perancis.

Meskipun tak ada warga Perancis dalam daftar 21 orang yang tewas hingga Jumat malam dalam penyerangan di hotel Radisson Blu tersebut, akhir pekan negara bekas penjajah Mali ini kembali kelabu.

Presiden Perancis Francois Hollande, yang baru saja memuji kinerja aparatnya dalam perburuan pelaku serangan di Paris, juga tak dapat menikmati akhir pekannya dengan tenang.

Hollande mengikstruksikan penerjunan pasukan elit militer terlatihnya untuk menyelamatkan para sandera di Mali. Menurutnya, Perancis harus memberikan dukungan penuh untuk memulihkan situasi di Mali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti dilansir Reuters, upaya pemulihan situasi di Mali memang sudah lama menjadi agenda Perancis.

Setelah lepas dari penjajahan Perancis pada 1960, Mali tak bebas dari konflik. Beberapa etnis, seperti Tuareg dan keturunan Arab, yang tak puas dengan kinerja pemerintah mulai melakukan aksi separatis di Azawad pada awal medio 1990-an.

Meskipun perjanjian damai sudah disepakati pada 1991 dan 1995,  Tuareg tetap tak merasa puas dan sempat melakukan perlawanan kembali pada 2007 melalui National Movement for Liberation of Azawad.

Tak dapat berjuang sendiri, mereka akhirnya bersekutu dengan beberapa kelompok Islamis, seperti Ansar Dine dan Al-Qaidah. Dendam tak dapat diredam lagi hingga akhirnya pecah konflik perebutan wilayah utara Mali dari tangan pemerintah.

Ketika kelompok Islamis mulai bergerak ke selatan, pemerintah Mali yang mulai kewalahan akhirnya meminta bantuan Perancis.

Diberitakan CNN, ribuan tentara Perancis akhirnya diterjunkan ke Mali pada 2013. Pasukan Perancis yang menggempur dari udara dan darat berhasil memukul mundur para Islamis hingga ke padang pasir.

Namun ternyata, menurut Direktur Pusat Afrika dari Dewan Atlantik di Washington, Peter Pham, kelompok-kelompok Islamis yang terpecah belah mulai menyatukan kekuatan di padang gurun tersebut. Aksi teror sporadis pun masih sering terjadi.
Seorang militan asing di Suriah menyebut keterlibatan militer Perancis di Mali merupakan pemicu serangan pada Jumat dua pekan belakangan ini.

“Ini hanya permulaan. Kami tidak akan pernah melupakan tragedi di Mali. Kepahitan di Mali, kesombongan Perancis, tidak akan pernah dilupakan begitu saja,” kata militan asing di Suriah yang dihubungi Reuters lewat dunia maya.

Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita langsung menyatakan keadaan darurat di negaranya terhitung 20 November 2015 tengah malam, dan berkabung nasional untuk tiga hari ke depan. “Saya mendeklarasikan negara dalam keadaan darurat, mulai hari ini, dimulai tengah malam. Bendera setengah tiang kita kibarkan di seluruh negeri dan disemua kedutaan juga konsulat. Tiga hari berkabung,” kata Ibrahim yang disiarkan langsung televisi nasional Mali. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER