Jakarta, CNN Indonesia --
Dua warga negara Indonesia yang ditangkap kepolisian Metro Tokyo pada Rabu (25/11) diduga terkait masalah militan teroris asing.
"Pada hari Rabu (25/11), 2 WNI ditangkap kepolisian Metro Tokyo karena dugaan kaitan dengan FTF (Foreign Terrorist Fighters), yaitu IR (31) DN(40)," demikian kutipan pernyataan resmi Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal, Kamis (26/11).
Merujuk pernyataan tersebut, kedua WNI ini terdeteksi beberapa kali membeli riffle scope (bukan senjata) melalui internet dan dua kali mengirimkan barang tersebut dengan ekspedisi kilat. Saat dilakukan penggeledahan, ditemukan 29 benda serupa di apartemennya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benda tersebut masuk dalam golongan spesifikasi tinggi dan jika akan dikirim ke luar negeri, harus melalui proses perizinan yang ketat.
"Untuk saat ini, mereka ditangkap dan ditahan atas dasar pelanggaran UU Transaksi Mata Uang Asing dan Perdagangan Internasional," tulis Iqbal.
Upaya PendampinganTak cuma melakukan penggeledahan, kepolisian Jepang juga menyelidiki akun jejaring sosial milik kedua WNI tersebut. Dalam laman Facebook mereka, terdapat video Osama bin Laden dan video atau gambar yang terkait dengan kelompok radikal.
"Hal ini memperkuat dugaan bagi aparat keamanan Jepang untuk mendalami lebih lanjut mengenai siapa penerima kiriman tersebut di Indonesia dan untuk apa penggunaannya," tambah Iqbal.
Meski Polisi telah menahan kedua WNI tadi, jajaran KBRI di Jepang mengaku baru menerima notifikasi resmi untuk IR, sementara DN belum. Oleh karenanya KBRI masih meminta klarifikasi, apakah DN menolak dinotifikasi atau ada alasan lain sehingga kepolisian Jepang tak memberi notifikasi.
Kendati demikian, KBRI akan menggunakan akses kekonsuleran untuk memberikan pendampingan bagi keduanya.
"Untuk memastikan keduanya mendapatkan hak-hak hukumnya. KBRI akan terus berkomunikasi dengan kepolisian," kata Iqbal.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, enggan mengungkap identitas kedua WNI.
"Kami tidak bisa memberikan nama mereka karena sering terjadi orang diidentifikasi bergabung dengan teroris, ketika kembai ke sini (Indonesia), mereka tidak diterima oleh masyarakat setempat. Padahal mereka belum tentu benar terlibat jaringan teroris," katanya.
(dim)