Jakarta, CNN Indonesia -- Ribuan aktivis berencana menggelar aksi bersama di Paris, Perancis pada Minggu (29/11) untuk mendesak perhatian dunia dalam penanggulangan pemanasan global di Paris, menjelang Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim. Aksi yang rencananya akan digelar dengan cara bergandengan tangan ini diredam oleh pemerintah Perancis menyusul kondisi darurat di Paris usai teror kelompok militan ISIS pada pertengan November lalu.
Lebih dari 10 ribu demonstran yang sebelumnya berencana mendatangi Paris untuk bergabung dalam aksi ini mengirimkan ribuan sepatu sebagai tanda solidaritas karena aksi reli tidak dapat dilakukan. Para penyelenggara mengatakan Vatikan bahkan mengirim sepasang sepatu untuk mewakili Paus Fransiskus.
Sebelumnya, para aktivis berencana membentuk "rantai manusia" dengan 3.400 aktivis bergandengan lengan satu sama lain dan berjalan bersama sepanjang 3 km dengan rute melalui sejumlah pusat kota Paris dari Place de la Republique ke Place de la Nation
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, aksi para aktivis di Perancis terganjal larangan meluncurkan demonstrasi di Paris sejak serangan teror dua pekan lalu yang menewaskan 130 orang.
"Ini adalah momen bagi seluruh dunia untuk bergandeng tangan," kata Iain Keith, direktur kampanye untuk Avaaz, salah satu penyelenggara reli.
Pada Minggu (29/11), sehari sebelum KTT Iklim dibuka, lebih dari 2.000 acara peduli lingkungan dijadwalkan digelar di berbagai kota besar dunia, termasuk Sydney, Jakarta, Berlin, London, Sao Paulo dan New York.l Hal ini menjadikan aksi perubahan iklim terbesar dalam sejarah.
Alix Mazounie dari Jaringan Aksi Iklim Perancis memaparkan para aktivis menilai aksi "rantai manusia" ini tidak akan melanggar keadaan darurat yang diberlakukan di Paris.
"Ini bukan pembangkangan sipil," katanya. Aksi "rantai manusia" yang rencananya digelar juga akan memastikan bahwa situasi lalu lintas tidak terganggu.
Namun, pemerintah Perancis melalui Menteri Dalam Negeri Bernard Cazeneuve menekankan situasi keamanan yang belum stabil dan menempatkan 24 aktibis lingkungan di bawah tahanan rumah sebelum KTT Iklim digelar. Pemerintah Perancis khawatir reli tersebut akan berujung pada aksi protes yang penuh kekerasan bertepatan dengan dimulainya KTT Iklim.
Meski demikian, Menteri Luar Negeri Laurent Fabius menyambut aksi reli dan demonstrasi yang digelar di seluruh dunia, yang diwarnai dengan konser, aksi mengendarai sepeda dan pawai, termasuk pawai yang dilakukan oleh 1.000 kelompok etnis Maasai, Tanzania yang mendesak peningkatan penggunaan energi terbarukan.
"Ini sangat positif," kata Fabius, bagi pemerintah untuk merasakan tekanan publik untuk bertindak. Banyak aktivis lingkungan yang menyerukan berakhirnya ketergantungan energi pada bahan bakar fosil dan 100 persen peralihan energi terbarukan pada 2050 mendatang.
Beberapa pawai diadakan sejak Jumat (27/11) dan Sabtu (28/11), dari Melbourne, Australia, hingga Edinburgh, Skotlandia. "Jangan mau dibodohi (energi) fosil," bunyi salah satu spanduk dalam pawai yang digelar di Australia.
Pawai peduli lingkungan terbesar soal perubahan iklim digelar pada tahun lalu di New York, Amerika Serikat, dengan sebanyak 310 ribu demonstran ikut berpartisipasi.
Pada Sabtu (28/11), sejumlah kelompok lintas agama menyampaikan serangkaian petisi yang ditandatangani oleh 1,8 juta orang, mendesak adanya tindakan yang lebih kuat. "Waktu kita untuk hanya berbicara saja sudah berakhir," kata Yeb Sano, warga Filipina, yang melakukan aski berjalan kaki sepanjang 1.500 km dari Roma.
(ama)