Phnom Penh, CNN Indonesia -- Penyiar TV Kamboja bernama Soy Sopheap kembali bertindak sebagai penengah untuk mengakhiri pertikaian antara Perdana Menteri Hun Sen dan ketua oposisi Sam Rainsy.
Hun Sen memperingatkan bahwa Kamboja bisa dilanda perang saudara jika partai Sam Rainsy memenangkan pemilu 2018, sementara Rainsy yang mengasingkan diri di luar negeri meminta langkah pengawasan agar Hun Sen tidak memanfaatkan iklim politik yang buruk untuk menunda pemilu.
Pada 2013 Soy Sopheap menjadi juru damai antara dua politikus yang bersaing, dan hasilnya adalah Sam Rainsy bisa pulang setelah empat tahun mengasingkan diri di Perancis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesepakatan damai politik ini juga meliputi pengampunan dari raja atas hukuman penjara yang dijatuhkan kepada Rainsy.
“Dalam politik, harus ada perundingan untuk mencari solusi sehingga tak satu pihak pun kehilangan muka,” kata Sopheap kepada Reuters pada Selasa (1/12).
Sopheap adalah pembawa acara TV Boyong, yang dimiliki oleh puteri Hun Sen bernama Hun Mana. Dia juga menjadi penerbit koran Deum Ampil dan dipandang sebagai pembawa pesan Hun Sen.
Namun dia juga menjadi orang yang didengarkan oleh Sam Rainsy.
Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Kamboja, Rhona Smith, khawatir dengan putusnya dialog politik dan kekerasan serta intimidasi yang terjadi di Kamboja.
Dua anggota Partai Penyelamatan Nasional Kamboja, CNRP, pimpinan Sam Rainsy dipukuli di luar gedung parlemen Oktober lalu. Beberapa hari kemudian, wakil presiden CNRP Kem Sokha dipecat dari jabatan sebagai wakil presiden parlemen dalam pemilihan suara yang diboikot CNRP.
“Peningkatan situasi saat ini bisa membawa Kamboja ke situasi yang berbahaya,” kata Smith dalam pernyataan tertulis.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan perdamaian yang tercipta setelah selama beberapa dekade Kamboja dilanda perang saudara, seperti ketika rejim Pol Pot berkuasa pada 1975-1979, membuat Hun Sen terus terpilih kembali.
Tetapi Hun Sen menjadi sasaran serangan setelah pemilu 2013 yang diperselisihkan. Saat itu, Hun Sen terkejut dengan keberhasilan CNRP yang mendapat dukungan luas dari kaum muda perkotaan.
Partai Rakyat Kamboja, CCP, pimpinan Hun Sen menang pada pemilu 2013, tetapi CNRP menuduh partainya curang dan memboikot parlemen selama satu tahun.
Perdamaian politik pada 2014 mengakhiri boikot itu, tetapi kesepakatan ini pupus pada Juli sementara hubungan Hun Sen dan Rainsy terus memburuk.
Sam Rainsy kembali mengasingkan diri setelah pihak berwenang mengeluarkan surat penangkapan pada 12 November, terkait kasus pencemaran nama baik dimana dia sebenarnya telah mendapat pengampunan dari raja.
Pihak berwenang Kamboja menuduhknya melakukan pemalsuan dan memicu kemarahan terkait unggahan di Facebook mengenai perjanjian perbatasan dengan Vietnam.
Rainsy diancam dengan hukuman penjara maksimum 12 tahun.
Unggahan di Facebook itu dipandang sebagai mengkritik Hun Sen, yang sering kali disebut CNRP sebagai boneka Hanoi.
Sopheap tidak memberi rincian terkait upaya untuk meyakinkan dua politikus Kamboja yang bersaing itu mengesampingkan perbedaan pendapat, tetapi dia mengatakan telah menghubungi Sam Rainsy dan memintanya agar tidak pulang.
“Sam Rainsy mungkin harus minta maaf demi partai dan negara, langkah ini tidak ada salahnya. Siapa yang menang atau kalah dengan meminta maaf?” kata Sopheap.
Tetapi partai Hun Sen tidak menunjukkan keinginan mencapai kesepakatan dan menuntut Rainsy kali ini dipenjara.
“Terlambat untuk meminta maaf,” kata juru bicara CPP Sok Eysan. “Sam Rainsy yang memulai dan sekarang dia yang harus menanggung akibatnya.”
(yns)