Jakarta, CNN Indonesia -- Petinggi Partai Komunis China di Tibet mendesak Panchen Lama, tokoh agama tertinggi kedua dalam Buddhisme Tibet, agar menolak kepemimpinan spiritual Dalai Lama, seperti dilaporkan oleh media pemerintah China pada Selasa (8/12).
Posisi Panchen Lama ke-11 ini kian dilingkupi kontroversi sejak orang lain yang diakui Dalai Lama sebagai titisan dari Khedrup Gelek Pelzang, Panchen Lama pertama, menghilang ketika berusia enam tahun.
Buddhisme Tibet meyakini bahwa bila seorang lama, atau guru senior, meninggal dunia, jiwanya menjelma dalam tubuh seorang anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalai Lama mengakui Gendun Choekyi Nyima, kini 26 tahun, sebagai titisan Panchen Lama. Namun Partai Komunis menolaknya dan memilih Gyaltsen Norbu sebagai reinkarnasi pada 1995.
Misteri hilangnya Panchen Lama pilihan Dalai Lama yang amat dirahasiakan oleh China tersebut hanyalah satu dari sejumlah pertentangan seputar Tibet antara China dengan Dalai Lama.
Dalai Lama dan Partai Komunis China yang ateistis bukan sekali ini saja bergumul tentang siapa yang berhak menentukan reinkarnasi.
Chen Quanguo, sekretaris Partai Komunis untuk Tibet, mengutarakan harapannya supaya Panchen Lama versi Beijing akan "berjalan beriringan dengan partai" dan melindungi kesatuan nasional.
"Menarik garis yang jelas antara Dalai Lama ke-14, dan menolak dengan tegas segala perbuatan separatis dan subversif," Chen menasihati Panchen Lama di kota Shigatse, Tibet, pada peringatan 20 tahun pentahbisannya, Senin (7/12).
"Buddhisme Tibet sedang berada di masa keemasan perkembangannya dalam sejarah. Ulama dan umat menikmati kebebasan agama secara penuh," tulis harian resmi pemerintah Tibet Daily, mengutip ucapan Panchen Lama pilihan Beijing kepada Chen.
Sementara itu, menurut kepemimpinan Tibet yang diasingkan di India, upaya Beijing yang menghalangi keterlibatan mereka ihwal reinkarnasi tidak punya pijakan moral maupun hukum.
"Otoritas Beijing atau Partai Komunis China tidak memiliki legitimasi maupun kredibilitas tentang urusan ini," Lobsang Sangay, kepala politik pemerintah terasing Tibet yang kini bermukim di kota Dharamsala, India, menuturkan kepada Reuters.
Dalai Lama melarikan diri ke India pada 1959 usai pemberontakannya gagal melawan pemerintah China. Ia menolak tuduhan kekerasan dan separatisme yang dilontarkan China, dan berkata hanya menginginkan otonomi untuk Tibet.
Kehendak memisahkan diri dari China memang telah berkobar di kaki pegunungan Himalaya itu sejak era 1950-an. Bagi pemerintah China, pengangkatan Dalai Lama berikutnya merupakan kunci untuk memperkuat kuasanya atas Tibet.
Tak pelak, warga Tibet khawatir bilamana kematian sang pemenang hadiah Nobel perdamaian itu dan suksesinya bakal ditunggangi China untuk memecah belah Buddhisme Tibet, dengan dua Dalai Lama berbeda yang diangkat oleh China dan pemerintahan terasing.
Beijing mengklaim bahwa Dalai Lama selanjutnya mesti disetujui oleh mereka. Meski begitu, Dalai Lama saat ini merasa tugas pemimpin spiritual tersebut akan berakhir seiring kematiannya nanti.