Sentimen Anti-Islam Merebak, Masjid di AS Dijaga Ketat

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 14 Des 2015 18:05 WIB
Seiring dengan merebaknya sentimen anti-Islam usai serangan penembakan di San Bernardino, sejumlah masjid di AS meningkatkan sistem keamanan.
Ilustrasi masjid (Thinkstock/Comstock Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dari pinggiran Los Angeles hingga pinggiran Washington, DC, masjid di seluruh Amerika Serikat mulai meningkatkan keamanan dan kewaspadaan menghadapi sentimen anti-Islam atau Islamofobia yang mulai merebak belakangan ini.

Kekhawatiran soal Islamofobia membuat para pemimpin masjid di Amerika mengambil sejumlah tindakan untuk meningkatkan keamanan, seperti mempekerjakan petugas bersenjata. Serangan balik ditakutkan dialamatkan ke umat Muslim, utamanya setelah serangan penembakan di San Bernardino, California, AS, yang menewaskan 14 orang.

Seruan kandidat bakal calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump,  untuk melarang seluruh umat Muslim memasuki AS pekan lalu hanya memperburuk kondisi ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setidaknya dua masjid, yakni di Phoenix dan di pinggiran kota Virginia, bekerja sama dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk meningkatkan keamanan fasilitas mereka, demi menyediakan rumah ibadah yang aman dan nyaman bagi para jemaah dalam beberapa pekan terakhir.

Sementara, sejumlah masjid lainnya mengambil inisiatif sendiri, seperti mempekerjakan petugas bersenjata, karena khawatir masjid di Amerika bisa menjadi target serangan.

"Kami selalu khawatir tentang serangan lone-wolf," kata Usama Shami, presiden masjid Phoenix, merujuk kepada anggota militan yang kerap meluncurkan serangan seorang diri atau dalam kelompok kecil. Shami mengaku bekerja sama dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk meninjau langkah-langkah keamanan sejak serangan Paris bulan lalu.

Selama akhir pekan ini saja, polisi menangkap seorang pria berusia 23 tahun yang diduga membakar sebuah masjid di sebuah masjid di California Selatan. Serangan ini diduga sebagai serangan kebencian, menyusul serangan penembakan yang dilakukan warga Muslim, Syed Rizwan Farook, 28, dan istrinya yang kelahiran Pakistan Tashfeen Malik, 29, di San Bernardino. Pihak berwenang hingga kini belum mengumumkan motif penembakan tersebut.

Kebakaran yang terjadi di pintu masuk masjid Coachella Valley pada Jumat (11/12) tidak menimbulkan korban jiwa maupun luka. Meskipun begitu, pintu masuk masjid hangus terbakar dan tinggal puing-puing.

FBI juga tengah menyelidiki insiden pelemparan kepala babi di sebuah masjid di Philadelphia, yang terletak di kawasan Komunitas Islam Al-Aqsa di Philadelphia pada Senin (7/12) pagi.

Pada Kamis (10/12), kelompok advokasi Muslim, Dewan Hubungan Amerika-Islam, CAIR, mengungkapkan bahwa mereka menerima surat ancaman beserta zat asing dalam kotak pos di kantor mereka di Capitol Hill, Amerika Serikat. Akibatnya, kantor tersebut terpaksa dikosongkan untuk sementara waktu.

Maha Sayed, pengacara kelompok advokasi Muslim di AS itu memaparkan bahwa CAIR menerima surat ancaman dalam amplop bertuliskan "Matilah kalian dengan menyakitkan, umat Muslim," bersama dengan bubuk putih yang ditemukan di dalam kotak pos.

"Kami cukup khawatir saat ini, mengingat retorika anti-Muslim yang tengah terjadi," kata Sayed.

Mengingat ketegangan yang semakin meningkat belakangan ini, beberapa pengurus masjid AS mengungkapkan kini mereka tengah berupaya agar pada penjaga keamanan masjid tidak mengundurkan diri.

Di Dulles, Virginia, wilayah pinggiran Washington dengan pusat komunitas Muslim yang besar, sejumlah penjaga keamanan dengan tiba-tiba mengundurkan diri setelah serangan di San Bernardino, menurut Rizwan Jaka, ketua Komunitas Muslim All Dulles.

"Para penjaga keamanan mengundurkan diri karena mereka takut terluka ketika terjadi serangan," kata Jaka. "Mereka takut."

Masjid tersebut kini mempekerjakan penjaga bersenjata, sementara sang imam masjid, Mohamed Magid, menyatakan keamanan telah ditingkatkan khususnya untuk program masjid yang diikuti anak-anak. "Kami prihatin soal anggapan orang-orang di komunitas yang lebih besar tentang Muslim," katanya.

Sementara di Pusat Agama Islam di East Plano, di dekat Dallas, Texas, sang imam menyatakan bahwa masjid mereka menyewa penjaga keamanan bersenjata sejak serangan Paris.

"Kami hanya berusaha untuk meningkatkan keamanan dalam masyarakat dan mendapatkan nama baik," kata sang imam, Nadim Bashir.

Masjid lain di Corona, California, wilayah pinggiran seperti San Bernardino yang sebagian besar penghuninya merupakan kelas pekerja di Los Angeles, mengungkapkan mereka telah menghabiskan US$10 ribu selama dua minggu terakhir untuk meningkatkan keamanan.

Sang imam, Obair Katchi menyatakan bahwa masjid itu kini meminta sumbangan dari jemaat untuk meringankan beban biaya keamanan tersebut.

Masyarakat Islam Corona-Norco menulis di situs mereka soal kecamanan atas aksi penembakan di San Bernardino. Masjid itu kini diawasi dengan ketat setelah diketahui bahwa Enrique Marquez, pemasok senjata yang digunakan dalam pembantaian tersebut pernah beribadah di masjid ini.

"Komunitas Muslim bahu-membahu dengan sesama warga Amerika lain dalam menampik pemikiran sempit yang membenarkan tindakan kekerasan. Kami mendorong semua orang untuk ekstra waspada," bunyi tulisan situs resmi masjid itu.

Meski demikian, tidak semua masjid menilai peningkatan sistem keamanan diperlukan. Mufti Ikram Ul Haq dari Masjid Al-Islam di Rhode Island menyatakan masjid tersebut mengandalkan penjagaan polisi setempat ketika para jemaah menunaikan salat.

"Kami memiliki sistem pengawasan sendiri. Kami mengunci pintu dan memiliki sistem alarm," katanya.

Polisi setempat, menurut Haq, "telah meningkatkan patroli di sekitar tempat ibadah kami, dan kami merasa cukup aman."

Data FBI soal tentang kejahatan kebencian untuk tahun 2015 tidak akan dirilis sampai tahun depan, sehingga sulit diketahui jumlah pasti kejahatan kebencian terhadap Muslim di AS sepanjang tahun ini.

"Lucunya, tidak ada pertanyaan soal sentimen anti-Muslim dan kejahatan kebencian," kata Mark Potok, rekan senior dari kelompok pemerhati hak sipil Southern Poverty Law Center Montgomery, yang berbasis di Alabama. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER