Israel Kini Bersikap Keras pada Simpatisan ISIS

Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 31 Des 2015 10:25 WIB
Pemerintah Israel mengubah kebijakan terhadap warga keturunan Arab yang bergabung ke ISIS setelah kebijakan lunak sebelumnya tidak berhasil meredam simpatisan.
Israel mengkhawatirkan kemungkinan sel-sel ISIS di kalangan masyarakat Arab Israel melakukan serangan teroris di dalam wilayahnya. (Ilustrasi/CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Tel Aviv, CNN Indonesia -- Ayoob Kara, wakil menteri kabinet Israel , pernah memiliki tugas sebagai penengah tak resmi antara pemerintan Israel dengan sesama warga Israel keturunan Arab yang pergi ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS.

Perundingan-perundingan terkait simpatisan ISIS itu dilakukan secara rahasia melalui keluarga dan penegah lain. Kara menawarkan pengurangan masa tahanan jika kembali ke Israel, bekerja sama dengan dinas keamanan dan membantu mencegah warga lain menjadi anggota ISIS dengan mengecam kelompok itu secara terbuka.

Dia mengatakan setengah lusin sukarelawan menerima tawaran itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi dengan semakin banyak simpatisan ISIS di Israel, dan sejumlah dari mereka dituduh mencoba mendirikan sel-sel bersenjata di kalangan masyarakat Muslim Israel yang berjumlah 18 persen, upaya wakil menteri ini tidak lagi bermanfaat.

“Dulu saya bekerja keras untuk membujuk warga agar tidak bergabung dengan ISIS, sekarang menurut saya tidak akan berguna,” katanya kepada Reuters.

“Jika saat ini, ketika semua orang tahu bahayanya dan mereka masih ingin pergi, mereka sudah tidak bisa diselamatkan. Mereka tidak akan kembali. Jadi benar-benar jalan buntu.”

Kara, orang kepercayaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menjelaskan kebijakan Israel terhadap ISIS yang semakin keras karena meski kelompok ini sibuk memerangi pasukan pemerintah Suriah dan Irak, belakangan mereka sudah mulai mengancam Israel.

“Warga Yahudi, tidak lama lagi kalian akan mendengar kami di Palestina yang akan menjadi kuburan kalian,” kata satu rekaman suara yang disebut-sebut merupakan suara ketua ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Rekaman suara ini diunggah di media sosial pada 26 Desember.

Pada Oktober, tersebar dua rekaman video yang berisi tentara ISIS mengeluarkan ancaman untuk menyerang Israel.

Mereka berbicara dalam bahasa Arab beraksen Ibrani, yang mengindikasikan bahwa mereka adalah bagian dari puluhan warga Arab Israel yang menurut dinas intelijen Israel, Shin Bet, telah bergabung dengan kelompok itu di luar negeri.

Israel memandang satu serangan lintas wilayah ISIS secara besar-besaran tidak akan terjadi.

Tetapi negara ini lebih khawatir dengan dukungan terhadap ISIS di dalam wilayah Israel, yang dalam tiga bulan terakhir diwarnai dengan kekerasan oleh warga Palestina yang melakukan perlawanan di jalan-jalan.

“[Pengaruh ISIS] mulai menyebar di sini,” kata Ram Ben-Barak, direktur jenderal Kementerian Intelijen, kepada Radio militer Israel Minggu (27/12).

“Skenario ISIS yang kami khawatirkan adalah kebangkitan sel-sel ISIS di dalam Israel untuk melakukan serangan teroris.”

Di kalangan masyarakat minoritas Muslim Israel, banyak simpatisan yang mendukung Palestina tetapi dukungan pada kekerasan politik jarang terjadi.

Mantan Tentara

Tetap saja, serangkaian insiden besar antara warga Israel dan ISIS telah membuat Shin Bet khawatir.

Awal bulan ini muncul berita bahwa seorang warga keturunan Arab yang sempat menjadi sukarelawan di militer Israel telah menyebrang ke jajaran petinggi kelompok pemberontak di Suriah. Ini menjadi pukulan bagi militer yang menganggap dirinya sebagai tempat percampuran suku bangsa di negara yang mayoritas penduduknya adalah Yahudi.
Israel saat ini diwarnai dengan aksi perlawanan warga Palestina yang melakukan kekerasan di jalan-jalan Tepi Barat dan wilayah lain. (Reuters/Abed Omar Qusini)
Secara terpisah, seorang warga Arab Israel menggunakan paralayang untuk terbang ke Suriah yang menurut Shin Bet adalah upaya untuk bergabung dengan ISIS.

Dan tiga orang lagi ditangkap karena dicurigai mencoba mendirikan satu sel bersenjata untuk melakukan serangan di Israel atas perintah dua warga Arab Israel yang sudah bergabung dengan ISIS di Irak.

Insiden paralayang ini mendorong Netanyahu memerintahkan pencabutan kewarganegaraan Israel para sukarelawan ISIS.

Jika langkah ini dikabulkan pengadilan tinggi, mereka tidak akan bisa kembali ke Israel. 

Kebijakan semacam ini menjadi perdebatan sengit di negara-negara Eropa yang warganya bertempur untuk ISIS.

Langkah itu menandai perubahan kebijakan Israel, yang tahun lalu membantu memulangkan Marhan Khaldi, seorang warga Arab Israel yang terluka ketika bertempur dengan ISIS di Irak dan berhasil melarikan diri ke Turki. Di negara ini, diplomat Israel memberi paspor baru karena paspor lamanya dibuang ketika pergi ke medan tempur.

Israel memenjarakan Khaldi selama 42 bulan, hukuman yang sama dengan warga lain yang bergabung dengan ISIS di luar negeri.

Jaksa mengajukan tuntutan hukuman penjara antar 8 dan 12 tahun bagi Khaldi, dan mengajukan banding ke Mahkamah Agung agar dia mendapat hukuman yang lebih berat.

Kejaksaan menyatakan dalam keterangan tertulis bahwa karena risiko ISIS “sudah waktunya untuk bertindak keras terhadap pelanggaran seperti itu.

Keputusan Mahkamah Agung biasanya baru diambil berbulan-bulan kemudian.

Pengacara Khaldi, Hussein Abu Hussein, mengatakan para hakim Israel tidak memiliki preseden untuk menjadi dasar memberi hukuman yang lebih berat. Hal ini disebabkan karena Israel baru melarang ISIS pada September 2014 karena pemerintah Netanyahu ragu untuk berpihak dalam perang saudara Suriah.

Undang-undang Israel yang mulai berlaku pada Desember 2014 menetapkan hukuman penjara maksimum lima tahun bagi warga yang bergabung dalam kelompok-kelompok asing seperti ISIS, hingga kini masih dikaji oleh parlemen.

“Perlu waktu lama bagi kekejaman ISIS untuk bisa hilang. Demikian juga dengan upaya Israel untuk mengenakan hukuman yang lebih berat bagi mereka yang bergabung,” kata Abu Hussein.

Abu Hussein mengatakan Shin Bet tampaknya mulai memusatkan perhatian kembaali pada upaya melawan ISIS pada kegiatan warga Arab di mesia sosial yang kemungkinan menjadi petunjuk untuk menangkap para simpatisan.

Menurut Kara, nilai warga Arab yang kembali dari ISIS bagi intelijen Israel semakin kecil. Hal ini berarti, warga yang kembali semakin tidak memilki daya tawar untuk mendapatkan pengampunan.

“Memang dulu seseorang pulang dan membei informasi berharga terkait kamp dan rekrutmen mereka,” kata Kara. “Tetapi hal itu sudah tidak lagi berharga. Seluruh dunia memerangi ISIS dan semua hal terkait kelompok ini sudah banyak diketahui.” (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER