Jakarta, CNN Indonesia -- Usai penyerbuan di kedutaan besar Arab Saudi di Teheran, Iran setelah ulama Syiah dieksekusi Saudi pada akhir pekan lalu, Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Langkah ini semakin meningkatkan ketegangan sektarian antara Sunni dan Syiah di kawasan Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir menyatakan dalam konferensi pers di Riyadh, Saudi, bahwa perwakilan dari Iran telah diminta untuk keluar dari Saudi dalam waktu 48 jam. Kerajaan Saudi, lanjut Jubeir, tidak akan membiarkan Republik Islam Iran merusak keamanan.
Jubeir mengatakan serangan di Teheran ini sejalan dengan serangan warga Iran sebelumnya di sejumlah kantor kedutaan asing di Teheran. Serangan ini terjadi pada Minggu (3/1) ketika aksi unjuk rasa warga Iran terkait eksekusi ulama Syiah, Sheikh Nimr al-Nimr, salah satu aktivis yang vokal menyuarakan kesetaraan hak warga Syiah yang minoritas di Saudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi protes mulanya berjalan damai, tetapi berujung ricuh ketika massa mencoba masuk gedung kedutaan dan memantik api. Polisi berhasil membubarkan massa dan kebakaran berhasil dipadamkan.
Jubeir memaparkan bahwa kebijakan Iran mendestabilisasi kawasan itu dengan menciptakan "sel teroris" di Arab Saudi.
"Kerajaan [Saudi], mengingat realitas ini, mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran, dan meminta delegasi misi diplomatik [Iran] dari kedutaan, konsulat dan kantor yang terkait untuk pergi dalam waktu 48 jam. Duta besar [Iran] telah dipanggil untuk memberitahu mereka, "katanya.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian menyatakan kepada media milik pemerintah Iran bahwa dengan memotong hubungan diplomatik, Riyadh tidak bisa menutupi "kesalahan besar mengeksekusi Sheikh Nimr."
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bahkan menyerukan "pembalasan dendam oleh ilahi" atas eksekusi Nimr akhir pekan lalu. Situs resmi Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menampilkan foto algojo Arab di sebelah algojo ISIS yang terkenal, 'Jihad John', dengan judul "Apa bedanya?".
Nimr merupakan salah satu kritikus dari kelompok Syiah yang paling vokal di Saudi. Nimr dianggap sebagai seorang teroris oleh Riyadh, tapi dipuji oleh Iran sebagai pemerhati hak-hak kelompok Syiah yang minoritas dan terpinggirkan di Saudi.
Nimr juga merupakan pemimpin sekte aktivis muda, yang memperjuangkan kesetaraan Syiah dengan Sunni dan lelah dengan kepemimpinan para pejabat senior di Saudi.
Ekseskusi Nimr, bersama dengan tiga warga Syiah dan 43 anggota al-Qaidah terjadi pada Sabtu (2/1) dalam eksekusi massa terbesar di Saudi dalam beberapa tahun terakhir. Eksekusi mereka memicu protes massa di wilayah Qatid di timur Saudi dan di negara Teluk lainnya, seperti Bahrain.
Keluarga Nimr yang dihubungi Reuters melalui telepon menyatakan bahwa para petugas Saudi menginformasikannya bahwa jasad Nimr telah dimakamkan di "pemakaman Muslim" dan tidak akan diserahkan kepada keluarganya.
Insiden ini menunjukkan bahwa meski negara-negara Teluk memiliki musuh bersama yang harus diberantas, yakni kelompok militan ISIS, tak menjadikan perdebatan Sunni-Syiah mereda di Saudi dan Iran. Perdebatan ini juga memengaruhi pemberontakan Houthi dan intervensi militer Saudi di Yaman.
(ama)