Kuwait Tarik Dubes untuk Iran Pasca Serbuan di Kedubes Saudi

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Selasa, 05 Jan 2016 17:15 WIB
Kuwait menarik duta besar untuk Iran pada Selasa (5/1), setelah sekutu Arab Saudi memutuskan hubungan dengan Teheran pasca penyerbuan kantor perwakilan Saudi.
Foto: REUTERS/Raheb Homavandi
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuwait menarik duta besarnya untuk Iran pada Selasa (5/1). Keputusan ini dilaporkan oleh kantor berita Kuwait, KUNA, setelah sekutu Arab Saudi di negara Teluk itu memutuskan hubungan dengan Iran pasca penyerbuan kantor perwakilan Saudi di Teheran.

"Seorang sumber pemerintah di Kementerian Luar Negeri Kuwait mengatakan bahwa kementerian telah menarik Duta Besar Kuwait untuk Republik Islam Iran pada Selasa, 5 Januari 2016 pagi, menentang serangan oleh demonstran," demikian bunyi laporan KUNA.

Para demonstran melontarkan protes lantaran Saudi mengeksekusi mati seorang ulama Syiah, Nimr al-Nimr, pada akhir pekan lalu atas tuduhan terorisme. Awalnya, unjuk rasa berlangsung damai hingga akhirnya beberapa orang kehilangan kendali.
Sebagian massa mencoba merangsek masuk ke dalam gedung, menghancurkan furnitur dan memantik api, sebelum akhirnya dihentikan oleh polisi. Saudi pun langsung memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak lama, Dewan Kerja Sama Teluk menyatakan dukungannya kepada Arab Saudi. Bahrain, Sudan, dan Uni Emirat Arab pun mengikuti jejak Saudi untuk memutus tali diplomasi dengan Iran.

Beberapa analis meyakini, insiden ini dapat memperdalam jurang jurang perbedaan antara Muslim Sunni dan Syiah di kawasan Timur Tengah.

Nimr merupakan salah satu kritikus dari kelompok Syiah yang paling vokal memperjuangkan kesetaraan Syiah dengan Sunni di Saudi. Nimr dianggap sebagai seorang teroris oleh Riyadh, tapi dipuji oleh Iran sebagai pemerhati hak-hak kelompok Syiah yang minoritas dan terpinggirkan di Saudi.
Namun menurut Kepala Pusat Studi Iran di Institut Timur Tengah London dari Universitas London, Arshin Adib-Moghaddam, konflik antara Iran dan Arab Saudi kali ini lebih mengenai politik kekuatan ketimbang perang primordial antara Sunni dan Syiah.

Sementara itu, seorang peneliti senior dari Universitas Oxford, Toby Matthiesen, menilai bahwa peristiwa ini juga dapat menambah runyam skala besar isu di kawasan, dari krisis Suriah hingga Yaman.

Iran dan Arab Saudi mendukung kelompok yang bertentangan di Suriah dan Yaman. Di Suriah Iran mendukung rezim Bashar al-Assad, sementara di Yaman, Iran dituding mendukung kelompok pemberontak al-Houthi. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER