Cegah Terorisme, Myanmar Akan Bangun Pusat Pemantau CCTV

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Rabu, 27 Jan 2016 11:15 WIB
Pusat pemantau CCTV didirikan Myanmar untuk mencegah aksi terorisme yang terjadi di Thamrin, Jakarta, dua pekan lalu.
Ilustrasi CCTV. (stux/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menyusul tragedi teror di Jakarta dua pekan lalu, aparat Myanmar berencana membangun sebuah pusat komando di Yangon untuk memonitor semua CCTV sebagai bagian dari upaya pencegahan terorisme.

Kepala Kepolisian Divisi Pencegahan Kejahatan Transnasional dan Sekretaris Badan Kontra Terorisme Pusat, Soe Myaing, mengatakan kepada Channel NewsAsia bahwa pusat komando tersebut akan diperkenalkan kepada publik pada tahun ini.

Aparat meningkatkan kewaspadaan terhadap terorisme ke level tiga dari lima tingkat ancaman keamanan, sama seperti saat pemilihan umum November lalu. Myanmar tak pernah mengumumkan tingkat keamanan ke level satu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di ruas jalan sibuk di Yangon, terlihat beberapa petugas polisi berpatroli dan kamera-kamera CCTV sudah terpasang. Soe berharap, CCTV dapat menjadi mata ekstra bagi aparat untuk mengawasi kemungkinan terorisme.

"CCTV akan dipasang di beberapa daerah publik, kemungkinan di daearah-daerah rawan kejahatan, dan juga disambungkan ke monitor di pusat komando. Operator dapat melihat semua daerah setiap saat, kami dapat mengirimkan respons ke setiap tim untuk mengurus masalah kontraterorisme," katanya.
Dengan demikian, kata Soe, aparat menerima laporan tepat saat sesuatu terjadi dan dapat beraksi segera.

Myanmar memang meningkatkan keamanan setelah adanya insiden pengeboman dan penembakan di Thamrin, Jakarta, 14 Januari lalu.

"Jika teroris dapat melakukan sesuatu di Indonesia atau Jakarta, aksi serupa tak boleh terjadi lagi di Myanmar," ujar Soe.

Menurut Soe, selama ini Myanmar belum menemukan adanya ancaman dan aparat tak melihat adanya elemen teror internasional di negara tersebut.

"Dalam pengalaman Myanmar, ada beberapa pengeboman oleh teroris pada 2011, 2012, 2013, tapi semua serangan dilakukan oleh kelompok sisa pemberontak domestik. Serangan mereka tak berhubungan dengan teroris internasional," katanya.
Karena kurangnya pengalaman, kata Soe, Myanmar harus belajar dari negara lain, terutama pengalaman kawasan Asia Tenggara.

"Bagi Myanmar, kami memerlukan pengalaman untuk mengatasai serangan teroris, jadi kami harus waspada. Kami harus lebih menekankan isu itu. Kami melatih masyarakat melihat perilaku dan modus operandi teroris internasional dan bagaimana melawannya," tutur Soe.

Hingga kini, Soe sudah melacak kemungkinan adanya rekrutmen dari kelompok teror internasional. Namun, organisasinya belum menemukan adanya ancaman.

Kendati demikian, aparat keamanan masih terus melakukan pelatihan dan simulasi pencegahan terorisme.

"Kami sudah membangun rencana penanggulangan penyanderaan, pengeboman, bahkan peretasan hingga serangan kimia. Kami mempersiapkan semua skenario dan melatih orang kami untuk merespons situasi dan skenario tersebut," kata Soe. (stu/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER