Rusia Merasa Kurdi Harus Ikut Serta dalam Dialog Damai Suriah

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jan 2016 04:33 WIB
Turki menolak Kurdi turut serta dalam perundingan damai antara pemerintah Suriah dan pemberontak. Rusia menganggap penolakan Turki itu berbahaya.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikail Galuzin, mengatakan bahwa ketidakikutsertaan Kurdi sangat berbahaya bagi proses perundingan damai di Suriah. (CNN Indonesia/Ranny Virginia Utami)
Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk pertama kalinya, Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menggelar perundingan damai antara pemerintah Damaskus dan pemberontak untuk mengakhiri perang sipil berkepanjangan pada Jumat (29/1).

Daftar pemberontak yang akan diajak berdiskusi diajukan oleh setiap negara, termasuk Amerika Serikat dan Rusia, peserta Perundingan Wina sejak Desember lalu.

Setiap negara kemudian memberikan daftar masing-masing ke PBB untuk akhirnya ditentukan kelompok pemberontak mana yang dapat mengikuti perundingan damai.
Menurut Reuters, Rusia memasukkan nama kelompok Kurdi Suriah (PYD) dalam daftar tersebut. Namun, ajuan tersebut ditolak oleh Turki karena Ankara menganggap PYD merupakan teroris.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikail Galuzin, mengatakan bahwa penolakan tersebut sangat berbahaya bagi proses perundingan damai di Suriah.

"Ada penolakan kelompok tertentu oleh Turki yang mengatakan bahwa mereka tidak harus berpartisipasi di pembicaraan Suriah. Itu sangat berbahaya untuk proses Pembicaraan Wina dan dengan PBB ini," ujar Galuzin dalam jumpa pers di kediamannya di Jakarta, Kamis (28/1).

Kendati demikian, Galuzin mengatakan bahwa Rusia akan mendukung apapun keputusan PBB mengenai perwakilan pemberontak ini.
"PBB sudah menunjuk Staffan de Mistura untuk mewakili PBB. Bukan kehendak kami untuk menyatakan kelompok mana yang berhak. Kami menyerahkan sepenuhnya kepada PBB," ucapnya.

Sementara pembicaraan damai terus berlanjut, Rusia memastikan akan tetap melakukan serangan udara di Suriah untuk menggempur ISIS selama masih dibutuhkan oleh rezim Presiden Bashar al-Assad.

"Ketika pemerintah Suriah merasa bahwa operasi melawan terorisme itu sudah selesai atau sudah cukup memuaskan, dan mereka merasa tidak membutuhkan bantuan kami lagi, kami mungkin akan menghentikan operasi tersebut," kata Galuzin. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER