Jakarta, CNN Indonesia -- Citra satelit dari salah satu badan
think tank Amerika Serikat mengindikasikan bahwa China sudah memasang sistem radar frekuensi tinggi di Kepulauan Spratly yang dibangun oleh Beijing di tengah lahan sengketa di Laut China Selatan.
Seperti dilansir
Reuters, citra tersebut memperlihatkan bahwa pembangunan fasilitas di Cuarteron Reef sudah hampir rampung dan pulau buatan itu kini telah menutupi sekitar 210.500 meter kuadrat.
Hal ini terpantau dari sudah dibangunnya dua menara radar di bagian utara lahan dan tiang setinggi 20 meter juga telah tertancap di sebagian besar wilayah selatan.
"Tiang ini kemungkinan merupakan instalasi radar frekuensi tinggi yang dapat memperkuat kemampuan China untuk memantau lalu lintas darat dan udara di bagian selatan Laut China Selatan," demikian bunyi laporan badan Inisiatif Transparansi Maritim Asia dari Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, AS, pada Senin (22/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Citra yang diterima badan tersebut juga menunjukkan kemungkinan bahwa China sudah membangun gudang bawah tanah, mercusuar, helipad, peralatan komunikasi, dan dermaga beserta derek muatannya.
Laporan yang mengacu pada analisis citra satelit dari Januari hingga Februari ini juga memperlihatkan bahwa China sudah memperluas cakupan radar di bagian utara Laut China Selatan, mulai dari Pulau Paracel hingga bagian barat laut Spratly.
Hasil kajian satelit ini turut menyebut kemungkinan pembangunan radar, helipad, dan penyimpanan persenjataan di Gaven, Hughes, serta Johnson Reefs yang juga merupakan bagian dari Kepulauan Spratly.
Sebelumnya, China memang sudah mengoperasikan radar di Fiery Cross. Namun menurut seorang analis militer kawasan, instalasi baru ini akan memberikan gambaran lebih jelas bagi China.
Pekan lalu, AS dan Vietnam mengungkapkan kekhawatiran atas tindakan China yang menempatkan rudal canggih di Paracel.
Laporan ini dilansir hanya beberapa hari menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, ke AS. Washington diperkirakan bakal mengangkat masalah ketegangan di kawasan Asia Tenggara lantaran klaim China di Laut China Selatan ini.
Juru Bicara Kemlu AS, Mark Toner, mengatakan bahwa AS akan, "mendesak China untuk menurunkan ketegangan dan menghentikan militerisasi [di Laut China Selatan]."
China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang merupakan jalur perdagangan sibuk. Beijing membangun Kepulauan Spratly di perairan Laut China Selatan yang disengketakan pula oleh Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan.
(stu/stu)