Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Korea Selatan dikecam karena membatasi kebebasan berkumpul dan menggelar aksi warga, terutama di Seoul. Namun hal ini tidak menghalangi masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya. Warga mengakali larangan berkumpul itu dengan menggelar aksi dengan perantaraan hologram.
Puluhan hologram yang disebut "pengunjuk rasa hantu" muncul di ruas jalan Seoul, Korea Selatan, pada Rabu (24/2) untuk menyampaikan protes terhadap kebijakan pembatasan berkumpul yang dianggap melanggar kebebasan berserikat dan berekspresi.
"Pemerintah terus melarang protes publik, terutama di pusat Seoul, dengan alasan macet dan mengganggu publik. Kami ingin menunjukkan bahwa situasi sudah sangat ketat sehingga hanya hantu seperti ini yang dapat pawai di jalan," ujar Kim Hee-Jin, direktur penyelenggara unjuk rasa, Amnesty Korea, seperti dikutip
AFP.
Hologram biru yang ditembakkan ke layar transparan di Seoul itu terlihat membawa spanduk dan meneriakkan slogan seperti, "Pawai publik adalah hak kami," dan "Jangan bungkam suara rakyat."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puluhan orang berkumpul melihat hologram tersebut. Aparat tak berupaya menghentikan acara itu meskipun sebelumnya kepala kepolisian Seoul mengatakan akan memberikan respons keras karena Amnesty Korea menganggap protes tersebut sebagai ajang kebudayaan.
Setelah kepala kepolisian melontarkan ancaman itu, Kim mengaku sangat kecewa karena itu merupakan pertanda lain bahwa pemerintah melanggar kebebasan berkumpul.
Selama ini, para kritikus memang mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Korsel, Park Geun-hye, mulai menerapkan gaya otoritarian.
Para kritikus mengatakan bahwa kepolisian menggunakan kekuatan pasukan secara berlebihan. Satu demonstran bahkan terbaring koma setelah diterjang meriam air saat mengikuti protes anti-pemerintah pada November lalu.
Pelapor Khusus PBB, Maina Kiai, juga menyuarakan kekhawatiran represi berkelanjutan atas hak asasi manusia setelah melihat taktik kekerasan polisi saat menghadapi pengunjuk rasa.
Polisi menyemprotkan lebih dari 280 ton air dalam unjuk rasa warga pada 2015. Menurut Amnesty Korea, pada tahun sebelumnya pemerintah menggunakan 48,5 ton air untuk membubarkan massa.
Bulan lalu, seorang perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam pejabat Korsel karena menggunakan kemacetan dan ketidaknyamanan publik sebagai alasan untuk membatasi hak rakyat untuk berdemonstrasi.
(stu/stu)