Jakarta, CNN Indonesia -- Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung parlemen Islandia sementara kelompok oposisi mengajukan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Sigmundur David Gunnlaugsson, menyusul bocoran dokumen firma hukum di Panama yang menyebutkan istri Gunnlaugsson memiliki perusahaan lepas pantai dengan klaim besar di bank negara yang hampir bangkrut.
Informasi itu terungkap dalam salah satu dari 11,5 juta dokumen milik firma hukum Mossack Fonseca yang dibocorkan oleh orang tidak dikenal kepada media Jerman,
Suddeutsche Zeitung dan dibagikan kepada International Consortium of Investigative Journalists, ICIJ, serta diselidiki oleh lebih dari 100 grup media.
Bocoran dokumen yang mengungkapkan harta tersembunyi sejumlah pemimpin dunia itu dirilis secara global pada akhir pekan, namun sudah dirilis di Islandia sejak bulan lalu, menyebabkan tekanan politik yang besar terhadap Gunnlaugsson.
Walau bukan merupakan pelanggaran hukum untuk menggunakan perusahaan luar negeri untuk mengatur atau berinvestasi, namun bocoran dokumen ini menyiratkan modus pengemplangan pajak dan pencucian uang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pasti tidak akan (mengundurkan diri) karena apa yang kita lihat hanyalah kenyataan bahwa istri saya selalu membayar pajaknya. Kami juga melihat bahwa dia telah menghindari benturan kepentingan dengan berinvestasi di perusahaan Islandia di saat yang sama saya menjabat, " katanya kepada
Reuters.
"Dan akhirnya, kita dapat melihat bahwa saya bersedia untuk menempatkan kepentingan rakyat Islandia di posisi utama, bahkan ketika terdapat kerugian di keluarga saya sendiri," ujar Gunnlaugsson.
Sejumlah kelompok oposisi Islandia menuduh terdapat konflik kepentingan dalam hal ini, dan menilai Gunnlaugsson seharusnya dari awal terbuka tentang aset di luar negeri dan perusahaan.
Juru bicara kantor perdana menteri menyatakan klaim dari perusahaan yang dimiliki oleh istri perdana menteri berjumlah lebih dari 500 juta krona Islandia, atau senilai Rp53 miliar.
Massa yang berkumpul di luar gedung parlemen menuntut pengunduran diri Gunnlaugsson dan pemerintahanannya, sembari memukul genderang dan membunyikan klakson. Penyelenggara demonstrasi menyatakan massa berjumlah lebih dari 10.000 orang.
"Langkah yang paling mungkin dan benar dilakukan adalah dia mengundurkan diri sebagai perdana menteri," kata Birgitta Jonsdottir, kepala Partai Bajak Laut, salah satu partai oposisi terbesar di Islandia.
"Ada desakan yang besar dan kuat dari dalam masyarakat dan dia benar-benar kehilangan semua kepercayaan [rakyat]," katanya.
Koalisi pemerintahan beraliran tengah-kanan menguasai 38 dari 63 kursi di parlemen. Tidak jelas bagaimana skandal itu akan berdampak terhadap koalisi pemerintahan Islandia dalam mosi tidak percaya terhadap Gunnlaugsson dan pemerintahannya yang bisa jadi digelar pada akhir pekan ini.
"Kami telah melihat peningkatan belum pernah terjadi sebelumnya dalam ekonomi Islandia dan standar hidup masyarakat di Islandia dalam beberapa tahun terakhir ketika pemerintahan ini menjabat, jadi kita pasti ingin melanjutkan pekerjaan itu," kata Gunnlaugsson.
Banyak warga Islandia menyalahkan politisi karena gagal mengendalikan para bankir dan terpaksa menerapkan program pengematan selama bertahun-tahun setelah sejumlah bank besar di Islandia bangkrut pada 2008, membuat ekonomi negara ini anjlok.
Selain massa demonstran, petisi daring menuntut pengunduran diri sang perdana menteri juga diluncurkan warga, dan hingga Senin berhasil mengumpulkan sekitar 27 ribu tanda tangan. Islandia sendiri memiliki penduduk sekitar 330 ribu jiwa.
"Hanya tinggal tunggu waktu pemilu digelar," ujar Arni Pall Arnason, kepala oposisi Aliansi Demokratik Sosial, kepada
Reuters pada Jumat (1/4).
(ama)