Jakarta, CNN Indonesia -- ISIS mengajarkan anak-anak di wilayah kekuasaan mereka di Suriah dan Irak cara merakit bom dan membunuh tawanan. Kelompok militan ini juga mencuci otak anak-anak dengan pemahaman radikal yang mereka anut.
Hal ini disampaikan oleh para orang tua yang berhasil kabur dari Ramadi kepada Human Right Watch, HRW, dikutip dari
The Independent, Rabu (7/4). Seorang ibu mengaku anaknya diajari melakukan serangan bunuh diri.
"Mereka mengganti pengajaran di sekolah dengan mengajarkan anak-anak cara berperang, membuat bom rakitan contohnya, bagaimana melakukan serangan bunuh diri," kata ibu tersebut.
Kota Ramadi di provinsi Anbar dikuasai ISIS pada Mei 2015. Februari lalu, tentara Irak dibantu serangan udara AS berhasil merebut kembali kota itu, namun ribuan warga Ramadi telah meninggalkan kota itu dan mengungsi ke tempat lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ISIS memang dikenal tidak segan menggunakan anak-anak sebagai tentara dan pengebom bunuh diri serta melibatkan mereka dalam eksekusi tawanan.
Tahun lalu beredar video latihan perang anak-anak oleh ISIS yang mereka sebut "Anak-anak Singa Khalifah."
Para orang tua mengatakan, anak-anak mereka pernah pulang membawa boneka pria kulit putih dengan baju terusan warga oranye, seragam khas tahanan ISIS. Boneka itu dibawa pulang sebagai sarana latihan pemenggalan.
Di kota Hawija yang dikuasai ISIS, warga mulai enggan membawa anak mereka ke sekolah. Pasalnya, sekolah-sekolah itu jadi sasaran target serangan udara karena digunakan ISIS sebagai markas.
"Sebelum ISIS, ada sekolah untuk pria dan wanita, tapi sekarang tidak ada buku-buku, hanya Quran, tidak ada yang lain," kata wanita berusia 51 tahun kepada HRW.
"Awalnya mereka memperbolehkan wanita pergi sekolah, tapi kemudian dihentikan, di awal 2015 mereka melarang gadis di atas 12 tahun untuk sekolah," lanjut dia.
Pelajaran di sekolah ISIS juga tidak seperti sekolah pada umumnya. Tidak ada pelajaran matematika, bahasa dan ilmu pengetahuan alam, hanya ilmu Syariah Islam berdasarkan pemahaman radikal kelompok bersenjata pimpinan Abu Bakar Baghdadi itu.
Wilayah mereka yang mulai berkurang akibat serangan udara koalisi AS serta banyaknya militan tewas memicu kekhawatiran akan meningkatnya jumlah pasukan anak ISIS.
Laporan lembaga Combating Terrorism Centre menemukan ada 89 tentara anak ISIS tewas dalam perang di Irak dan Suriah tahun lalu.
Kebanyakan mereka digunakan untuk meledakkan diri dengan truk berpeledak di markas militer atau target lainnya. Sisanya tewas dalam pertempuran di medan perang.
Organisasi aktivis Raqqa is Being Slaughtered Silently, menyebut para tentara anak ini adalah "generasi yang hilang".
Ada kekhawatiran, jika ISIS berhasil dibasmi, anak-anak inilah yang akan melanjutkan cita-cita Baghdadi untuk mendirikan Kekhalifahan.
(stu)