Yaman Menuju Gencatan Senjata di Akhir Pekan

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 11 Apr 2016 16:15 WIB
Pemerintah Yaman dan pemberontak Houthi berkomitmen menghentikan pertempuran sementara waktu untuk memulai gencatan senjata pada akhir pekan.
Pemerintah Yaman dan pemberontak Houthi berkomitmen menghentikan pertempuran sementara waktu untuk memulai gencatan senjata pada akhir pekan. (Reuters/Khaled Abdullah/Files)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Yaman dan pemberontak Houthi yang bertikai dalam konflik yang telah berlangsung selama lebih dari setahun berkomitmen menghentikan pertempuran sementara waktu untuk memulai gencatan senjata pada akhir pekan.

Konflik antara kedua pihak yang bertikai ini telah menyebabkan 6.200 orang tewas dan memancing krisis kemanusiaan di salah satu negara paling miskin di kawasan Timur Tengah ini. Pemerintah Yaman didukung oleh Arab Saudi sementara kelompok pemberontak Houthi didukung Iran.

Penghentian pertempuran dimulai pada Minggu (10/4) tengah malam, yang diberlakukan mulai 18 April di Kuwait.
Juru bicara koalisi militer yang dipimpin Saudi, Brigadir Jenderal Ahmed al-Asiri mendesak Houthi untuk menghormati gencatan senjata. Menurutnya, pemerintah Yaman dan aliansinya akan mematuhi gencatan senjata itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi jika ada pelanggaran gencatan senjata ini, kami memiliki hak untuk membalas, untuk menilai situasi saat itu dan mengambil langkah-langkah apa saja yang diperlukan untuk menghentikan pelanggaran ini," kata Asiri.

Stasiun TV pan-Arab, Al-Arabiya melaporkan terhadi bentrokan di daerah sekitar Taiz, di barat daya Yaman pada Senin (11/4) dini hari. Reuters belum dapat mengkonfirmasi bentrokan ini.

"Gencatan senjata ini dalam tahap awal, pelanggaran mungkin terjadi di awal, tapi kami berharap beberapa jam ke depan akan melihat kedislipinan terhadap gencatan senjata," kata Menteri Luar Negeri Yaman, Abdel Malek al-Mekhlafi yang tengah berada di Riyadh.
Dia menambahkan sejumlah peristiwa terus dipantau untuk melihat apakah terdapat pelanggaran sistematis terhadap gencatan senjata ini yang membutuhkan pembalasan.

Sebelumnya kepada Reuters, juru bicara koalisi Asiri menyatakan para pejabat militer Yaman dan beberapa perwakilan milisi telah bertemu selama dua hari terakhir di wilayah selatan Saudi untuk mempersiapkan gencatan senjata, dan telah menandatangani perjanjian soal penerapan dan pengawasan gencatan senjata.

Pihak yang bertikai juga telah membentuk komite untuk mengamati jalannya gencatan senjata dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan.

Selama gencatan senjata, lanjut Asiri, aliansi militer akan terus melakukan operasi intelijen, pengawasan dan pengintaian, serta memantau perbatasan Saudi-Yaman, baik di wilayah perairan dan maupun udara.

Juru bicara untuk Houthi dan sekutu mereka menyatakan mereka juga berkomitmen untuk menerapkan gencatan senjata, tetapi juga mempertahankan hak untuk merespon jika gencatan senjata itu dilanggar.
Beberapa jam sebelum gencatan senjata diberlakukan, pertempuran berat berkobar antara pasukan yang setia kepada Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan pejuang Houthi di al-Maton, wilayah utara Sanaa, menurut keterangan warga.

Di provinsi Bayda pusat, pertempuran terjadi di distrik al-Sawadiya dan al-Zaher, menewaskan lebih dari 20 orang pada Minggu (10/4), menurut para pejabat lokal dan warga. Pertempuran kemudian berlanjut di Taiz.

PBB, yang terlibat dalam upaya untuk mengakhiri konflik, berharap gencatan senjata saat ini akan berujung kepada gencatan senjata yang lebih formal dengan sejumlah langkah yang membangun upaya perdamaian.

Sementara di ibu kota Sanaa, yang selama 18 bulan terakhir dikuasai oleh Houthi, warga menyatakan mereka sangat ingin upaya menuju perdamaian ini berhasil setelah dua kali upaya perundingan damai gagal tahun lalu.

"Saya lelah akan pertempuran, kehancuran, semuanya," kata Hussein Ali, seorang pegawai pemerintah berusia 57 tahun.

"Situasi ini sangat sulit bagi orang-orang yang kehilangan pekerjaan, tak memiliki akses listrik, air, dan hidup dengan rasa takut bahwa, setiap saat, bom bisa membunuh orang-orang yang kami kasihi," uajrnya.

"Saya berharap bahwa, ketika saya bangun di pagi hari, perang telah berhenti, dan saya bisa pergi ke sekolah, begitu juga dengan teman-teman sekelas, tanpa takut akan serangan dan kematian," kata Amal Ahmed, mahasiswa 16 tahun di Sanaa. (ama)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER