Jakarta, CNN Indonesia -- Calon presiden Filipina, Rodrigo Duterte, kembali melontarkan komentar kontroversial. Kali ini, ia berjanji akan membunuh anaknya sendiri jika kedapatan menyalahgunakan narkoba.
Duterte memang kerap menyatakan tekad untuk menekan habis pelaku kriminal di Filipina. Namun pada kampanye Minggu (24/4), ia berjanji akan menjadi presiden yang kejam jika berbicara mengenai narkoba.
"Saya sangat marah. Mereka bilang saya pembunuh. Mungkin memang benar," katanya. Ketika kemudian ditanyakan mengenai nasib anaknya jika tertangkap menggunakan narkoba, Duterte kembali menjawab, "Saya akan membunuhnya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diberitakan
AFP, komentar-komentar "tak senonoh" Duterte memang membuat namanya bergaung di tengah masyarakat yang sudah jengah dengan kejahatan di Filipina.
Jajak pendapat yang dirilis lembaga survei Filipina, Pulse Asia, pada Minggu (24/4) menunjukkan bahwa Duterte memimpin jauh dari para rival capres lainnya.
Namun, Duterte mencoreng namanya sendiri ketika berkomentar mengenai kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang perempuan warga Australia dalam satu kerusuhan di dalam penjara di Davao pada 1989, ketika ia masih menjabat sebagai wali kota.
"Mereka memerkosa semua perempuan. Ketika mereka membawa semuanya keluar, saya melihat wajahnya dan berpikir, 'Sialan. Kasihan sekali. Mereka memerkosanya, mereka mengantre.' Saya marah dia diperkosa, tapi dia sangat cantik. Saya pikir, wali kota harus jadi yang pertama," katanya.
Komentar ini membuat berang Australia hingga akhirnya sang duta besar, Amanda Gorely, berkicau melalui akun Twitter pribadinya, "Perkosaan dan pembunuhan seharusnya tidak menjadi bahan lelucon atau disepelekan. Kekerasan terhadap perempuan dan gadis tidak dapat diterima, kapanpun dan di manapun."
Sepakat dengan Gorely, Duta Besar AS untuk Filipina, Philip Goldberg, juga melontarkan komentar senada. "Pernyataan dari siapapun, di manapun, yang merendahkan perempuan atau menyepelekan isu yang serius seperti perkosaan atau pembunuhan tidak dapat kami maafkan," tulis Goldberg melalui Twitter.
Tak lama setelah itu, Duterte justru mengancam akan memutus hubungan dengan Australia dan AS, dua negara sekutu terdekat Filipina.
Direktur Eksekutif Institute for Political and Electoral Reform, Ramon Casiple, mengatakan bahwa kelakar Duterte itu dapat memengaruhi posisinya dalam pemilihan umum.
"Isu perkosaan sangat personal. Itu menyentuh nilai-nilai keluarga. Semuanya itu berpengaruh pada pengikut setianya. Sebagian dari mereka bahkan mungkin sudah berpaling darinya," ucap Casiple.
Kepala penelitian Pulse Asia juga mengatakan bahwa kehebohan akibat komentar itu terjadi setelah jajak pendapat digelar jadi tak memberikan pengaruh signifikan. Namun menurutnya, komentar itu dapat memengaruhi hasil akhir pemilu.
(ama)