Kanada dan Inggris Tolak Beri Tebusan untuk Abu Sayyaf

Megiza | CNN Indonesia
Rabu, 27 Apr 2016 05:14 WIB
Perdana Menteri Kanada, Jason Trudeau menilai pemberian uang tebusan untuk kelompok militan adalah praktik yang salah jika terus dilakukan.
Perdana Menteri Kanada, Jason Trudeau menilai pemberian uang tebusan untuk kelompok militan adalah praktik yang salah jika diteruskan. (REUTERS/Chris Wattie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kanada dan Inggris memastikan bakal menekan negara-negara lain tentang praktik memberikan uang tebusan untuk membebaskan korban penculikan.

Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengatakan hal itu sehari setelah seorang warga Kanada yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf ditemukan tewas di Filipina.

Trudeau menilai, jika negaranya membayar uang tebusan itu, maka sama saja dengan membahayakan seluruh warga Kanada yang bepergian atau yang tinggal di luar negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Abu Sayyaf menyatakan telah memenggal salah satu warga Kanada, setelah tenggat waktu tebusan diabaikan.

Ketika ditanya tentang negara-negara yang memberikan tebusan uang kepada penculik, Trudeau mengatakan, dia dan Perdana Menteri Inggris David Cameron sepakat bahwa praktik tersebut adalah salah.

"Kami sepakat bahwa hal itu salah dan akan kami yakinkan kepada negara-negara sahabat kami di seluruh dunia," ujar Trudeau, seperti dilansir Reuters.

"Kita harus memastikan bahwa teroris-teroris ini tahu bahwa mereka tidak dapat mencari dana untuk dapat melanjutkan kejahatan mereka dengan menyandera orang-orang yang tak bersalah."

John Ridsdel, 68, seorang mantan eksekutif perusahaan pertambangan dieksekusi oleh kelompok militan Abu Sayyaf yang menangkapnya beserta tiga orang lainnya, pada September 2015 lalu.

Saat itu, mereka sedang berlibur di sebuah pulau di Filipina. Hingga kini, seorang warga negara Kanada lainnya, Robert Hall, masih disandera.

Kelompok Abu Sayyaf, yang terkait jaringan ISIS, disebut-sebut telah mendapatkan puluhan juta dolar dari uang tebusan, sejak terbentuk pada tahun 1990-an.

Para pakar hukum menilai uang-uang tersebut disalurkan sebagai alat beli senjata, peluncur granat, kapal bertenaga tinggi hingga peralatan modern.

Sebelumnya, sepasang warga negara Jerman dilepaskan dari penyanderaan setelah keduanya ditangkap dan disandera saat sedang berlibur menggunakan kapal yacht, 2014 silam. Mereka dilepas setelah uang tebusan senilai US$ 5,3 juta atau setara dengan Rp69,8 miliar dikirimkan ke kelompok militan.

Begitupun pada tahun 2000, pemerintah Libya menyerahkan US$10 juta atau setara dengan Rp131 miliar demi membebaskan sepuluh turis asal Eropa dan Timur Tengah.



(meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER