Media Belanda Rilis Kartun Kera Berkepala Erdogan

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Rabu, 27 Apr 2016 14:25 WIB
Salah satu koran di Belanda, De Telegraaf, menerbitkan editorial kartun bergambar Presiden Recep Tayyip Erdogan menyerupai seekor kera.
Sejak Recep Tayyip Erdogan menjadi presiden, pemerintah Turki menggunakan hukum yang sangat jarang diterapkan untuk mengadili sekitar 2.000 orang terduga pelaku penghinaan terhadap kepala negara. (Reuters/Kayhan Ozer/Presidential Palace Press Office)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tak lama setelah seorang jurnalis Belanda ditahan di Turki, kini salah satu koran di negara bunga tulip tersebut, De Telegraaf, menerbitkan editorial kartun bergambar Presiden Recep Tayyip Erdogan menyerupai seekor kera.

Karakter bertubuh kera dengan kepala Erdogan tersebut terlihat berdiri di atas sebongkah batu bertuliskan "Apenrots" yang dalam bahasa Belanda berarti batu kera. Kata itu merujuk pada Kementerian Luar Negeri Turki, tapi dapat juga diartikan sebagai tempat kekuasaan satu individu yang dominan.

Sosok itu terlihat sedang memukul seorang perempuan yang digambarkan sebagai Ebru Umar, jurnalis Belanda keturunan Turki. Ia ditahan di Turki pada Minggu (24/4) karena dianggap menghina Erdogan melalui sebuah kicauan di akun Twitter pribadinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diberitakan The Independent, kolumnis koran Metro tersebut sebenarnya sudah dibebaskan, tapi ia diminta untuk tetap di dalam negara selama investigasi lebih lanjut.

Penahanan Umar memperkuat anggapan Belanda bahwa pemerintah Turki membungkam kebebasan berpendapat tak hanya di dalam, tapi juga di luar negeri.

Pekan lalu, kantor Konsuler Turki di Rotterdam dibakar karena mengirimkan surat elektronik ke organisasi-organisasi Turki di Belanda untuk melaporkan jika ada pelecehan terhadap Erdogan.

Kedutaan Besar Turki di Belanda kemudian memberikan klarifikasi bahwa ada kesalahan kalimat dalam surel tersebut sehingga menimbulkan kesalahpahaman.

Namun, hal ini menyebar kontroversi di Belanda. Negara itu masih memegang teguh hukum lese-majeste yang melarang penghinaan terhadap kepala negara sahabat.

Umar merupakan salah satu orang yang mengkritik kasus surel ini. Menulis dalam kolomnya, Umar menyebut laporan itu sebagai penghinaan yang mirip dengan praktik NSB, merujuk pada cabang Partai Nazi di Belanda pada Perang Dunia II.

Selain Umar, seorang politisi Belanda keturunan Kurdi, Sadet Karabulut, juga mengkritik kasus tersebut. Ia mengatakan bahwa kontroversi itu merupakan "Perpanjangan tangan Erdogan di Belanda."

Kontroversi itu tidak hanya merebak di Belanda, tapi juga Jerman. Semua bermula ketika Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengizinkan proses peradilan terhadap seorang komedian dan penulis, Jan Bohmermann, karena puisi yang ia baca di salah satu stasiun televisi.

Dalam puisi itu, Bohmermann menuding Erdogan memiliki kelainan seksual bestiality atau suka berhubungan seks dengan hewan.

Jika terbukti bersalah di bawah hukum lese majeste Jerman, Bohmermann terancam hukuman penjara maksimal 3 tahun penjara.

Proses pengadilan ini justru menjadi serangan balik bagi Turki. Kini, Jerman dan Belanda memberikan indikasi rencana untuk menghapuskan hukum lese-majeste mereka.

Erdogan sudah memimpin Turki selama lebih dari 13 tahun, dari jabatan perdana menteri hingga kini menjadi presiden. Ia sempat disanjung sebagai pemimpin modern bagi Barat, tapi kemudian memperlihatkan kecenderungan otoriter.

Sejak ia menjadi presiden, pemerintah Turki menggunakan hukum yang sangat jarang diterapkan untuk mengadili sekitar 2.000 orang terduga pelaku penghinaan terhadap kepala negara. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER