Jakarta, CNN Indonesia -- Perkara pembayaran tebusan terhadap kelompok teroris yang menyekap warga sebuah negara adalah masalah sensitif. Namun cara ini dianggap jalan pintas untuk menyelamatkan leher para sandera dari tebasan parang teroris.
Bagai memakan buah simalakama, negara yang warganya disandera harus memilih; Membayar tebusan yang diminta atau negosiasi, atau bahkan menyerbu langsung. Tebusan memang cara aman, tapi akan menjadi preseden buruk. Warga dari negara pembayar tebusan bisa jadi sasaran empuk penculikan di masa depan.
Pemerintah Indonesia menegaskan tidak membayar tebusan untuk membebaskan 10 WNI yang diculik Abu Sayyaf Maret lalu. Jika benar, maka ini adalah sebuah kesuksesan diplomasi yang patut diacungi jempol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, tidak semua negara yang menolak membayar tebusan berakhir dengan pembebasan. Warga Amerika Serikat, James Foley, tewas dibunuh ISIS pada Agustus 2014 setelah pemerintah Barack Obama bersikeras tidak akan membayar tebusan senilai lebih dari Rp1,7 triliun yang diminta.
Hal yang sama terjadi pada warga Jepang, Haruna Yukawa dan Kenji Goto. Pemerintah Shinzo Abe menolak membayar tebusan setara Rp2,6 triliun yang diminta ISIS, berakhir pada melayangnya kepala Yukawa dan Goto pada awal tahun 2015.
Kanada pun demikian. Warga Kanada John Ridsdel dipenggal kelompok Abu Sayyaf di Filipina pekan lalu setelah pemerintah Justin Trudeau menolak bayar tebusan senilai Rp84 miliar.
Kebanyakan negara menyadari hal ini dan memilih membayar tebusan. Biasanya pembayaran tebusan tidak diakui oleh pemerintah dan diberikan melalui pihak ketiga.
Penyelidikan New York Times tahun 2014 menyebutkan al-Qaidah dan kelompok yang terkait dengannya untung sedikitnya Rp1,6 triliun dari pembayaran tebusan sejak tahun 2008.
 Warga Jepang Haruna Yukawa dan Kenji Goto disandera ISIS. (Reuters) |
Sementara ISIS, menurut laporan PBB pada Oktober 2014, mendapatkan pemasukan antara US$4,6-5,9 miliar dari pembayaran tebusan pada 2013.
Berikut adalah beberapa negara yang memilih opsi membayar tebusan untuk membebaskan warga mereka, seperti dikutip Sky News:
ItaliaPemerintah Italia membebaskan pekerja lembaga pemberi bantuan, Greta Ramelli, 21 dan Vanessa Marzullo, 20, yang diculik di Suriah pada 31 Juli 2014.
Italia membantah pembayaran tebusan. Namun media setempat mengatakan pemerintah membayar uang senilai lebih dari Rp227 miliar untuk pembebasan keduanya.
Italia juga diyakini membayar tebusan senilai Rp3 miliar untuk membebaskan seorang fotografer yang diculik Taliban di Afghanistan tahun 2006.
PerancisKebanyakan pendapatan Al-Qaidah diduga dari tebusan diduga berasal dari Perancis. Media di negara itu melaporkan pemerintah telah membayar hingga Rp300 miliar untuk pembebasan empat warga Perancis pekerja perusahaan nuklir yang diculik di Niger pada 2013.
Perancis juga disebut membayar tebusan senilai Rp273 miliar untuk membebaskan empat jurnalis yang diculik di Suriah pada tahun 2014. Laporan media Le Monde dan Agence France-Presse, menyebutkan Perancis telah membayar tebusan total hingga Rp8 triliun kepada al-Qaidah dan kelompok yang terkait dengannya.
SpanyolPemerintah Spanyol terpaksa membayar tebusan senilai Rp30 miliar untuk membebaskan 36 pelaut yang disandera bajak laut Somalia pada 2009.
AustriaAustria disebut memilih opsi pembayaran tebusan hingga Rp31 miliar demi menyelamatkan dua warganya yang diculik al-Qaidah di Tunisia tahun 2008.
SwissSwiss rela merogoh kocek untuk membayar tebusan hingga Rp188 miliar demi membebaskan dua warganya dan seorang warga Jerman yang diculik al-Qaidah di Mali pada tahun 2009.
(den)