Pemimpin Baru Taliban Ancam Perundingan Damai Afghanistan

Denny Armandhanu/Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 26 Mei 2016 10:26 WIB
Kematian Akhtar Mansour tidak membuat Taliban redup. Dengan kepemimpinan yang baru, Taliban tetap tidak mau berunding dan memilih jalan perang.
Kematian Akhtar Mansour tidak membuat Taliban redup. Dengan kepemimpinan yang baru, Taliban tetap tidak mau berunding dan memilih jalan perang. (Social Media via Reuters)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepemimpinan baru Taliban mengancam perundingan damai di Afghanistan yang tengah dirintis Amerika Serikat. Kondisi ini juga menambah berat beban AS untuk melibatkan Taliban dalam perundingan damai di negara tersebut.

Mullah Haybatullah Akhundzada dipilih menjadi pemimpin baru Taliban menggantikan Mullah Akhtar Mansour yang terbunuh oleh drone AS empat hari sebelumnya.

Sebelumnya, Mansour yang memimpin kelompok Taliban di selatan Afghanistan dianggap sebagai hambatan utama proses perdamaian. Kegembiraan AS dan pemerintah Afghanistan atas kematian Mansour berlangsung singkat. Pasalnya menurut pengamat, Akhundzada sama tabiatnya seperti Mansour, mengedepankan agresi ketimbang dialog.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhundzada diprediksi melakukan serangan agresif sepanjang musim panas untuk menekan Barack Obama menarik seluruh pasukan AS dari Afghanistan.

Obama awal tahun lalu mengatakan akan menempatkan 9.800 personel militer AS di Afghanistan pada 2016. Awal tahun 2017, Obama menjadwalkan penarikan tentara AS hingga tinggal 5.500 di negara itu. Penarikan tentara ini merupakan salah satu prioritas utama pemerintah Obama untuk menghentikan perang di Afghanistan yang telah berlangsung 15 tahun.

"Prospek proses perdamaian Afghanistan masih buruk. Kepemimpin Taliban, termasuk pemimpin baru, Mullah Akhundzada, yang meyakini kemenangan melalui perang hanya tinggal menunggu waktu," kata Bruce Riedel, pengamat di Brookings Institution dan mantan pegawai CIA yang memimpin peninjauan atas kebijakan Afghanistan Obama, dikutip Reuters, Rabu (25/5).

Riedel juga mengatakan, badan intelijen Pakistan juga meyakini Taliban, yang menguasai Afghanistan selama lima tahun sebelum digulingkan oleh invasi AS pada 2001, bisa menang melalui militer.

"Perang memasuki fase yang paling keras," kata Riedel.

Pemerintahan Afghanistan saat ini kian lemah dengan keberadaan Taliban yang semakin kuat dan kelompok pendukung ISIS yang terus bermunculan. AS meninjau rencana penarikan pasukan dari negara itu, hasilnya diperkirakan akan diketahui dalam beberapa bulan lagi.

Menteri Pertahanan AS Ash Carter menekankan penarikan pasukan akan dilanjutkan, sembari memberi bantuan dana dan pelatihan serta hibah perlengkapan militer kepada Afghanistan.

"Taliban harus menyadari mereka tidak bisa menang, pasukan keamanan Afghanistan yang dibantu AS akan menjadi lebih kuat dibanding mereka dan mampu mempertahankan negara serta pemerintahan bersatu," kata Carter.

Negosiasi dengan Taliban tidak bisa dilakukan karena kelompok bersenjata itu memilih jalur perang. Menurut sumber militer AS yang dikutip Reuters, orang yang mengatakan Taliban siap berdamai telah mabuk.

"Setiap kali saya mendengar orang di pemerintahan yang mengatakan soal prospek perundingan damai atau bagaimana pembunuhan Mansour bisa mewujudkannya, saya tanya kepada mereka apa yang telah mereka hisap?" kata seorang pejabat militer yang berpengalaman di Afghanistan, menolak disebut namanya.

"Siapa pun yang memimpin mereka, Taliban tidak punya keinginan untuk bernegosiasi," lanjut dia. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER