Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan warga Suriah telah terdampar berbulan-bulan di bandara Incheon di Seoul, Korea Selatan. Niat mereka mencari suaka terjegal larangan pemerintah Korsel dengan berbagai alasan.
Salah satunya adalah Muhammed yang berhasil diwawancara oleh
CNN melalui sambungan telepon. Dia adalah warga Aleppo yang kabur dari Suriah setelah diperintahkan angkat senjata oleh Bashar al-Assad.
"Beberapa orang kabur saat diperintah bergabung dengan militer, beberapa kabur dari pemerintah dan tentara. Kami lari dari Suriah karena tidak ingin menjadi bagian dari perang. Saya tidak ingin angkat senjata," kata pria yang berusia 20 tahunan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pengacara mereka di Korsel, Muhammed adalah satu dari 28 pencari suaka asal Suriah bersama 152 pencari suaka lain yang sudah enam bulan tinggal di ruang tunggu bandara Incheon yang seharusnya hanya muat 50 orang. Sementara Kementerian Kehakiman Korsel menyebut jumlah mereka ada 116 orang.
Dalam video yang diunggah
CNN, para pencari suaka ini bertebaran di lantai, tidur di kursi, sementara sisanya meringkuk di pojok ruangan. Koper kecil atau tas plastik berserakan, memuat harta yang tersisa milik mereka.
Tidak ada tempat tidur, tanpa jendela dan hanya ada kamar mandi masing-masing untuk pria dan wanita. Mereka mendapatkan makan tiga kali sehari berupa burger dan minuman soda. Kebanyakan mereka hanya memakan rotinya saja, karena dagingnya tidak halal.
Sesekali mereka diperbolehkan berjalan ke toko
duty-free, sekadar untuk meluruskan kaki. Kementerian Kehakiman Korsel menolak akses
CNN untuk masuk ke tempat itu dengan alasan keamanan.
Ditanya soal kondisi pengungsi yang mengkhawatirkan itu, pihak pemerintah mengatakan tanggung jawab ada di tangan pihak operasional bandara. Sementara bandara telah meminta pemerintah ikut bertanggung jawab. Kedua pihak saling lempar tanggung jawab.
Muhammed dan kawan-kawannya masih menunggu, apakah boleh masuk Korea atau akan dideportasi kembali ke negara mereka yang tengah perang. Keluarga Muhammed masih ada di Suriah karena uang yang mereka punya tidak cukup untuk menerbangkan semuanya.
Pengungsi Suriah tiba di Korsel setelah melalui perjalanan di Turki dan China. Muhammed merasa lebih beruntung ketimbang kawan-kawan senegaranya yang menyeberangi Mediterania, mempertaruhkan nyawa untuk menuju Eropa. "Saya punya teman yang tewas di laut dan saya sangat sedih. Saya tidak mau mencoba cara itu karena banyak kawan saya dan ribuan orang lainnya tenggelam di laut," ujar Muhammed.
Pihak imigrasi Korsel menolak permohonan suaka awal Muhammed, dengan mengatakan bahwa mereka tidak punya alasan yang cukup kuat untuk mengajukan suaka. Selain itu, alasan imigrasi Korsel, mereka datang ke Korea tidak langsung dari Suriah, melainkan dari negara yang aman.
Pengacara pengungsi berargumen, negara yang mereka lalui yaitu China dan Turki bukanlah tempat aman. China, kata dia, punya sejarah memulangkan para pencari suaka dari Korut. Sementara Turki, menurut lembaga Amnesty Internasional bukan negara yang aman dan menolak permohonan suaka.
Sejak tahun 1994 hingga saat ini hanya tiga warga Suriah yang dikabulkan permohonan suakanya oleh Korsel. Sebanyak 668 lainnya diperbolehkan berada di negara itu di bawah "status kemanusiaan" sejak tahun 2014, sebagai upaya Korsel membantu krisis Suriah.
Dengan status kemanusiaan, warga Suriah bisa bisa hidup aman di Korsel tetapi tidak layak mendapatkan tunjangan dan diharap pulang jika kondisi di negara mereka membaik.
Pengacara pengungsi mengatakan para pria Suriah ini kabur dan ingin kerja di Korsel yang juga tengah mengalami peningkatan angka pengangguran muda.
Muhammed, mahasiswa keuangan di sebuah kampus Suriah sebelum perang pecah, sama sekali tidak terpikir akan berakhir di ruang sempir bandara Incheon. Saat ini, dia tengah menunggu angin nasib berubah arah dan diperbolehkan masuk ke Korea.
(stu)