Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu pengunjung kelab gay di Orlando mengaku harus pura-pura mati selama tiga jam untuk selamat dari penembakan yang menewaskan 50 orang, termasuk pelaku, pada Minggu dini hari lalu. Menurut dia, pelaku sangat tenang, bahkan tertawa, saat melancarkan aksinya.
Langganan tetap kelab Pulse itu, Orlando, mengatakan bahwa dia bersembunyi di bilik kamar mandi untuk menghindari kejaran pelaku. Ada beberapa orang di bilik sempit itu, semuanya berdiri di atas kakus agar kaki-kaki mereka tidak terlihat dari celah-celah pintu.
Namun pelaku Omar Mir Seddique Mateen, 29, masuk ke kamar mandi tersebut dan memberondong bilik di samping Orlando dengan tembakan. "Mereka berteriak, meminta agar nyawanya diampuni," kata Orlando, 52, dalam wawancara dengan
New York Times.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Mateen diam, lalu keluar dan menembaki pengunjung. Selama tiga jam, Mateen berada di dalam kamar mandi dan mengancam nyawa semua orang di dalamnya.
Orlando berpura-pura mati dan mendengarkan semua yang terjadi di dalam kamar mandi itu. Dia mengatakan mendengar Mateen menelepon 911 dan mengaku sebagai anggota ISIS dan menyerukan Amerika berhenti mengebom Suriah.
Mateen, kata Orlando, meminta semua orang di kamar mandi itu menyerahkan telepon selulernya. Di saat inilah, seorang korban, Eddie Justice,
mengirim SMS kepada ibunya."Saya akan mati," tulis Justice kepada ibunya, sekitar pukul 2 pagi.
Orlando mengatakan, dia merasa sesuatu mendorong tubuhnya. Menurut dia, itu adalah Mateen yang menyorongkan
senapan AR-15 yang digunakannya untuk melihat apakah korbannya telah tewas.
Seorang pengunjung lainnya, Angel Colon, juga berpura-pura mati saat insiden tersebut. Namun dia tertembak di kaki, tangan dan pinggang. Kepada wartawan, dia mengatakan tembakan Mateen hampir mengenai kepalanya.
Colon mengisahkan, seorang wanita yang berbaring di sampingnya tewas ditembaki oleh Mateen. "Orang ini tidak berperasaan. Saya tidak mengerti mengapa dia bisa melakukannya," kata Colon.
Norman Casiano yang mengalami luka tembak di punggung mengaku mendengar Mateen tertawa saat para pengunjung kelab itu memohon agar tidak dibunuh. "Yang saya dengar adalah suara tawa, seperti tawa jahat. Sesuatu yang akan terus terngiang di kepala saya," ujar Casiano.
Pada pukul 5, drama penyanderaan dan penembakan berakhir saat polisi melubangi tembok kamar mandi dan membunuh Mateen.
Orlando mengatakan tubuhnya saat itu sama sekali tidak bergerak, keram. "Seorang polisi menarik saya keluar dari lubang itu," ujar dia. Saat diselamatkan, bajunya bersimbah darah, tapi bukan darahnya.
Mateen, 29, tewas dalam sergapan polisi. Penyelidikan masih terus dilakukan untuk mencari motif tindakan tersebut dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
(den)