Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pelobi senjata api, Asosiasi Senapan Nasional (NRA) mengatakan penembakan di Orlando yang menewaskan 50 orang adalah salah pemerintahan Obama. NRA mengatakan, rencana Obama melarang penjualan senjata api tetap tidak akan berhasil kendati penembakan terus terjadi di Amerika Serikat.
Dalam tulisan opini di
USA Today, Selasa (14/6) direktur eksekutif NRA, Chris Cox, mengatakan bahwa upaya untuk menghapuskan Amandemen Kedua Konstitusi AS soal kebebasan memiliki senjata api malah justru akan membuat warga Amerika ketakutan.
"Mereka [pemerintah Obama] putus asa dalam menciptakan ilusi bahwa mereka telah melakukan sesuatu untuk melindungi kita karena kebijakan mereka tidak bisa dan tidak akan membuat kita aman," kata Cox.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku Omar Mir Seddique Mateen, menembaki para pengunjung kelab gay di Orlando dan menewaskan 49 orang. Mateen yang mengaku telah berbaiat kepada ISIS tewas dalam serbuan polisi.
Cox menyinggung soal Mateen yang telah beberapa kali diinterogasi FBI. Menurut Cox, Mateen tidak bisa dihentikan saat itu karena Obama menerapkan "pembenaran politik".
Pembenaran politik atau
political correctness adalah istilah yang digunakan di AS untuk menyebutkan bahwa sebuah kebijakan, perkataan atau keputusan pemerintah diambil dengan sangat hati-hati agar tidak menyinggung kelompok tertentu.
"Sayangnya, pembenaran politik pemerintah Obama mencegah dilakukannya sesuatu terhadap hal tersebut," tulis Cox.
Presiden Obama usai peristiwa itu sekali lagi menyerukan larangan penjualan
senapan serbu yang biasa digunakan dalam penembakan massal. Menurut Cox, larangan tersebut tidak bisa mencegah penyerangan-penyerangan seperti di San Bernardino, Brussels atau Paris.
"Para pemilik senjata yang taat hukum lelah disalahkan atas tindakan orang gila dan teroris. [Senjata] semi-otomatis adalah senjata api paling populer yang dijual di Amerika untuk olahraga menembak, berburu dan pertahanan diri," ujar Cox.
Menurut dia, pelarangan senapan serbu tahun 1994-2004 sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah penembakan di AS. "Studi menunjukkan pelarangan tidak berpengaruh karena kriminal dan teroris tidak terbendung oleh hukum pengendalian senjata," tutur Cox.
Cox mengatakan tidak yakin angka kekerasan bersenjata di AS meningkat. Padahal Menurut data situs
Gun Violence Archive, ada 135 penembakan massal di AS pada 164 hari pertama tahun 2016.
Pelarangan senjata di berbagai negara juga terbukti ampuh mengurangi angka pembunuhan massal. Ambil contoh Australia yang telah
20 tahun melarang pembelian senjata api oleh warga dan angka pembunuhannya jauh berkurang.
NRA adalah
kelompok pelobi terkuat di parlemen untuk hal-hal yang berkaitan dengan penjualan senjata api. Saat ini NRA melakukan dukungan yang masif terhadap Donald Trump, kandidat calon presiden AS dari Partai Republik.
(stu)