Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris Raya, UKIP, Nigel Farage, memutuskan mengundurkan diri, hanya sekitar sepekan setelah kampanye Brexit yang didukungnya menang dalam referendum Uni Eropa.
"Saya tidak pernah, dan saya tidak pernah ingin berkarier sebagai seorang politisi. Tujuan saya di berada di politik adalah untuk mengeluarkan Inggris dari Uni Eropa," kata Farage, Senin (4/7), dikutip dari
Reuters.
"Jadi saya merasa saatnya sekarang harus lengser dari kepemimpinan UKIP," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama kampanye referendum, saya menyatakan 'Saya ingin negara saya kembali'. Yang saya katakan hari ini, adalah, 'Saya ingin hidup saya kembali,' dan itu dimulai sekarang," ucapnya.
Ini bukan kali pertama Farage, 52, berhenti sebagai pemimpin partai. Dia pernah mundur pada Mei 2015 setelah UKIP gagal memenangkan satu pun kursi parlemen dalam pemilihan umum tahun lalu. Namun, ia membatalkan pengunduran dirinya tiga hari kemudian.
Farage mengaku ia akan terus mendukung partai. Ia juga akan terus mengamati Brussels, ibu kota Belgia yang menjadi markas Uni Eropa, "seperti elang" selama negosiasi pemisahan Inggris dari Uni Eropa.
Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan pandangannya bahwa perdana menteri baru Inggris haruslah berasal dari kelompok pegiat kampanye Brexit.
Meski demikian, ia menolak untuk menyebutkan kandidat yang dijagokannya dalam perebutan kursi perdana menteri Inggris.
Farage menjadi anggota UKIP sejak partai ini didirikan pada 1993. Partai ini pertama kali mendapatkan kursi Parlemen Eropa pada 1999.
Perdana Menteri David Cameron mengumumkan pengunduran dirinya sesaat setelah hasil referendum menunjukkan warga Inggris ingin hengkang dari Uni Eropa. Cameron akan tetap menjabat sebagai perdana menteri hingga Partai Konservatif memilih pengganti dirinya yang akan dicapai lewat pemungutan suara pada awal September mendatang.
Bursa calon perdana menteri Inggris diramaikan oleh Menteri Dalam Negeri Theresa May, Menteri Energi Andrea Leadsom, Menteri Kehakiman Michael Gove, Menteri Luar Negeri Inggris untuk Wales Stephen Crabb dan mantan menteri pertahanan Liam Fox.
Siapa pun yang akan menggantikan Cameron sebagai perdana menteri akan menghadapi tugas besar untuk menyatukan suara yang terbelah, baik di tubuh partai maupun di kalangan masyarakat, serta membujuk Uni Eropa untuk mencapai kesepakatan yang sesuai dengan kepentingan Inggris, yakni mempertahankan pasar tunggal dan pengendalian imigrasi.
(ama)