Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan wali kota London Boris Johnson tiba-tiba menarik diri dari proses pencalonan perdana menteri Inggris, meski diduga kuat akan berhasil menggantikan David Cameron. Langkah Johnson ini dilakukan hanya sepekan setelah kampanye Brexit yang dipimpinnya berhasil memenangi referendum dan membuat Inggris keluar dari Uni Eropa.
Pengumuman ini dilakukan Johnson pada Kamis (30/6) di ruangan penuh wartawan dan para pendukungnya yang mengira ia akan mengumumkan kampanye pencalonan diri sebagai perdana menteri.
Tak ayal, pengumuman ini menjadi kejutan politik terbesar di Inggris sejak Perdana Menteri David Cameron mengumumkan pengunduran dirinya pekan lalu, sesaat setelah hasil referendum menunjukkan warga Inggris ingin keluar dari Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan ini diambil Johnson diduga karena salah satu sekutunya dalam kampanye Brexit, Menteri Kehakiman Inggris Michael Gove, tiba-tiba membatalkan dukungan terhadap Johnson dan mengumumkan pencalonan dirinya sendiri sebagai PM.
"Saya harus memberitahu Anda, teman-teman saya, Anda yang sudah menunggu dengan setia untuk pidato ini, bahwa setelah berkonsultasi dengan kolega saya dan mengingat keadaan saat ini di parlemen, saya memutuskan bahwa orang [yang akan menjadi perdana menteri] bukanlah saya," kata Johnson dalam pidatonya di sebuah hotel mewah di London, dikutip dari
Reuters.
Mendengar pernyataan ini, para pendukung Johnson yang sudah berkumpul dan siap bersorak untuk pencalonannya pun tercengang. Dalam pidatonya, Johnson menyatakan bahwa saat ini merupakan "momen penuh harapan dan ambisi bagi Inggris, dan bukan waktunya untuk melawan gelombang sejarah namun justru harus menggunakan kesempatan ini untuk menuntun Inggris menuju kejayaan."
Sementara, pencalonan Gove sendiri dimulai pada hari yang sama. Melalui sebuah artikelnya dalam Majalah Spectator, Gove menulis bahwa ia "dengan enggan menyimpulkan bahwa Boris tidak dapat menjadi pemimpin maupun membangun tim untuk tugas yang akan datang."
Gagal mencalonkan diri, Johnson dinilai sebagai korban politik terbaru dari perang saudara di Partai Konservatif yang berkuasa, menyusul referendum keanggotaan Uni Eropa pekan lalu. Referendum ini sendiri merupakan sebuah isu yang memantik perdebatan sengit di tubuh partai selama puluhan tahun, dan kini telah membagi suara rakyat Inggris: kubu 'Tetap' dan kubu 'Keluar'.
Dikenal sebagai tokoh nasional yang populer ketika menjabat sebagai wali kota London selama delapan tahun, elektabilitas Johnson kemudian dipertanyakan oleh sejumlah tokoh senior Konservatif, soal apakah ia mampu memimpin perundingan pemisahan Inggris yang akan berjalan alot dengan Uni Eropa.
Pasalnya, siapapun yang akan menggantikan Cameron sebagai Perdana Menteri Inggris akan menghadapi tugas besar untuk menyatukan suara yang terbelah, baik di tubuh partai maupun di kalangan masyarakat, serta membujuk Uni Eropa untuk mencapai kesepakatan yang sesuai dengan kepentingan Inggris, yakni mempertahankan pasar tunggal dan pengendalian imigrasi.
 Pengunduran diri Johnson memperkuat posisi Menteri Dalam Negeri Theresa May dalam bursa calon perdana menteri Inggris. (Reuters/Phil Noble) |
Pengunduran diri Johnson memperkuat posisi Menteri Dalam Negeri Theresa May dalam bursa calon perdana menteri Inggris. May merupakan tokoh yang mendukung kampanye 'Tetap' dan berjanji akan membawa Inggris memisahkan diri dari Uni Eropa dalam kondisi stabil.
"Brexit berarti Brexit. Kampanye ini telah berjuang, dan pemungutan suara sudah digelar dengan hasil bahwa jumlah pemilih tertinggi dan publik luas menginginkan Brexit. Jangan sampai ada upaya agar Inggris tetap di dalam Uni Eropa, jangan sampai ada upaya tersembunyi [untuk itu], dan jangan sampai ada referendum kedua," ujar May saat mengumumkan pencalonan dirinya pada Kamis.
Selain May dan Gove, bursa calon PM Inggris diramaikan oleh sejumlah pejabat lainnya, seperti Menteri Luar Negeri Inggris untuk Wales Stephen Crabb, mantan menteri pertahanan Liam Fox dan menteri di departemen energi Andrea Leadsom.
Leadsom menyarankan bahwa perdana menteri Inggris berikutnya harus berasal dari pegiat kampanye Brexit. Sementara, Crabb berjanji akan memprioritaskan pengendalian kebijakan imigrasi Inggris jika ia terpilih nanti.
(ama)