Jakarta, CNN Indonesia -- China menolak hasil keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) atas tuntutan Filipina mengenai sengketa Laut China Selatan.
"Menanggapi hasil Pengadilan Arbitrase mengenai Laut China Selatan atas permintaan Filipina, Kementerian Luar Negeri China mendeklarasikan bahwa hasil ini tidak sah dan tak mengikat. China juga tak menerima dan mengakuinya," demikian bunyi pernyataan Kemlu China melalui siaran persnya, Selasa (12/7).
Salah satu hasil keputusan itu menyebutkan bahwa pengadilan menolak klaim China atas hak ekonomi di wilayah yang selama ini ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau
nine-dash line.
Selain itu, pengadilan juga memutuskan bahwa pulau buatan China tidak memberikan hak zona ekonomi eksklusif bagi Beijing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, China membangun pulau buatan di wilayah Kepulauan Spratly, wilayah ZEE yang tumpang tindih dengan sejumlah negara, termasuk Filipina. Melalui tuntutan ini, Filipina meminta pengadilan memutuskan sejauh mana sebuah negara dapat mengeksploitasi sumber daya di perairan.
Dalam hasil keputusan tersebut, para hakim di pengadilan merujuk pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut (UNCLOS). Dalam konvensi tersebut dijelaskan bahwa setiap pulau memiliki zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut dan landas kontinen.
Namun, "Bebatuan yang tidak memiliki habitat manusia atau kehidupan ekonomi sendiri tidak memiliki zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen."
Atas dasar tersebut, pengadilan menyimpulkan bahwa, "semua yang ada di Kepulauan Spratly (termasuk, contohnya, Itu Aba, Thitu, West York Island, Spratly Island, North-East Cay, South-West Cay, merupakan 'bebatuan' yang tidak memberikan zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen."
Namun, China kembali menampik keputusan ini dan mengatakan bahwa Beijing memiliki hak zona ekonomi eksklusif atas di wilayah Spratly.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, pun mengatakan bahwa hasil pengadilan ini justru memperburuk tensi dan konfrontasi.
(stu)