Pelaku Teror Nice Sempat Kirim Foto di Tengah Kerumunan Warga

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 18 Jul 2016 08:41 WIB
Hanya beberapa jam sebelum meluncurkan aksinya, pelaku teror di Nice sempat mengirimkan foto kepada saudaranya, menunjukkan ia berada di kerumunan warga.
Hanya beberapa jam sebelum meluncurkan aksinya, pelaku teror di Nice sempat mengirimkan foto kepada saudaranya, menunjukkan ia berada di kerumunan warga.
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku teror di Nice, Perancis, yang mengendarai truk berkecepatan tinggi dan menewaskan 84 orang saat perayaan Bastille Day pekan lalu ternyata sempat menelepon saudaranya dan mengirimkan foto yang menunjukkan ia berada di tengah kerumunan warga, hanya beberapa jam sebelum meluncurkan aksinya.

Mohamed Lahouaiej Bouhlel, 31, warga negara Tunisia yang bekerja sebagai sopir jasa pengiriminan ini kemudian melaju truknya secara zig zag ke arah kerumunan warga di Riviera di sepanjang pinggir laut Promenade des Anglais sejauh dua kilometer, saat perayaan kembang api dimulai untuk menandai hari nasional Perancis, Kamis (14/7) malam.

Saudara Bouhlel di Tunisia, Jabeur, menyatakan kepada Reuters bahwa Bouhlel meneleponnya sekitar Kamis siang dan mengirim foto dirinya tengah tertawa di antara kerumunan warga di kota di selatan Perancis itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Katanya itu hari terakhir dia di Nice dengan teman-temannya warga Eropa untuk merayakan hari libur nasional," kata Jabeur, sembari menambahkan bahwa dalam foto tersebut "dia tampak sangat bahagia dan senang, ia banyak tertawa."

Reuters tidak dapat memverifikasi keberadaan foto tersebut karena Jabeur menolak membagikannya dengan Reuters.

Mohamed Bouhlel memiliki catatan kriminal dan tak asing di kalangan polisi Perancis. Namun, dia tidak ditandai oleh para petugas intelijen. Hingga kini penyidik masih mencari motif serangan truk yang diluncurkannya dan kemungkinan keterkaitannya dengan kelompok ekstremis Islam.

Perdana Menteri Perancis Manuel Valls menyatakan bahwa serangan yang diklaim oleh ISIS itu merupakan aksi ekstremis dan Bouhlel diduga teradikalisasi "dengan sangat cepat."

[Gambas:Video CNN]

Kerabat dan mantan tetangganya di Msaken, sekitar 120km sebelah selatan ibu kota Tunis, menyatakan Bouhlel pindah ke Perancis pada 2005 dan terakhir kali mengunjungi kampung halamannya empat tahun lalu.

Mereka menggambarkan Bouhlel sebagai pria yang menyukai olah raga, tidak tertarik pada agama dan berasal dari keluarga normal.

Anggota keluarganya mengatakan Bouhlel mulai sering menelepon mereka dalam beberapa pekan terakhir.

"Dia berbicara kepada saya tentang kota Msaken, tentang tinju dan olahraga, dan bagaimana ia akan kembali ke Msaken segera," kata Jabeur kepada Reuters.

"Dia menanyakan kabar orang tua kami, dia selalu berbicara kepada saya, kami sangat dekat," katanya menambahkan.

"Dia baru-baru ini mengirimkan sejumlah uang kepada kami, kadang-kadang 300 atau 400 euro dan telepon seluler," ujarnya.

Sementara, saudara perempuannya menyatakan Bouhlel menjalani perawatan karena masalah psikologis selama bertahun-tahun sebelum meninggalkan Tunisia.

Chemceddine Hamouda, psikiater yang merawatnya lebih dari satu dekade lalu menyatakan kepada Reuters pada Minggu (17/7) menyatakan bahwa Bouhlel bertindak agresif terhadap orang tuanya dan memiliki masalah soal pandangannya terhadap tubuhnya sendiri.

Hamouda menyatakan orang tua Bouhlel ini membawanya ke klinik di Msaken pada Agustus 2004.

"Dia memiliki masalah perilaku dengan orang tuanya pada waktu itu, dia sangat agresif dengan mereka," kata Hamouda.

"Kadang-kadang dia mencoba mengunci orang tuanya di sebuah kamar di rumah mereka," ujarnya.

Meski unggul secara akademis, Bouhlel kemudian menjauh dari sekolah, menurut keterangan Hamouda. "Dia memiliki masalah dengan tubuhnya. Dia berkata: 'Mengapa saya kurus? Saya tidak suka dengan tubuh saya'," katanya.

"Saya kemudian memberinya sejumlah pil untuk menenangkan masalah perilaku dan agresi ini," ujarnya. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER