Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang anak perempuan berusia lima tahun menjadi korban terbaru dalam perang Presiden Filipina Rodrigo Duterte melawan narkoba. Bocah ini tewas ketika tengah makan siang bersama keluarga di rumahnya akibat serentetan penembakan di luar hukum oleh penembak tak dikenal, praktik yang diperbolehkan Duterte untuk memberangus perdagangan narkoba.
Dikutip dari
The Inquirer, Rabu (24/8), insiden bermula ketika pada Sabtu lalu, Maximo Garcia, 53, menyerahkan diri ke polisi setelah dia mengetahui namanya berada dalam daftar nama warga yang terkait narkoba. Tiga hari kemudian, seorang pria mendekati rumahnya di Barangay Mayombo, Dagupan, pukul 12.30 siang dan meluncurkan tembakan ke arah Garcia yang tengah makan siang bersama keluarganya.
Garcia berhasil menyelamatkan diri dengan berlari ke belakang rumahnya, meski terkena luka tembak. Namun malang, cucu perempuan Garcia yang baru berusia lima tahun, Danica May, tertembak di kepala dan kemudian meninggal di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Danica May disebut sebagai korban termuda dalam rangkaian aksi pembunuhan liar terhadap terduga pengedar dan pengguna narkoba yang diperbolehkan oleh pemerintahan Duterte.
Garcia, yang berada dalam masa pemulihan akibat luka tembak di perutnya, kini dijaga oleh polisi di rumah sakit. Ia merupakan seorang mantan supir becak, namun penyakit stroke yang ia derita tiga tahun lalu membuatnya tak lagi dapat bekerja berat.
Sebelum penembakan, Garcia hanya bekerja membantu istrinya, Gemma, membuka warung makan di depan rumah mereka, yang dibantu oleh subsidi Departemen Kesejahteraan Sosial dan Perkembangan di Provinsi Barangay.
Istri Garcia mengaku pendapatan yang mereka dapatkan digunakan untuk membeli makan sehari-hari, membiayai pengobatan Garcia dan merawat Danica, cucu perempuan dari putri mereka yang sudah berpisah dengan suaminya.
Gemma menyatakan sebelum insiden penembakan terjadi, Danica tengah bersemangat sekolah di East Central Elementary School. Gemma mengingat cucunya tersebut selalu bersemangat mandi pagi, memakan sarapannya dan berangkat sekolah.
"Ini sangat menyakitkan bagi kami. Saya rindu padanya, tiap malam dia selalu memijat kami hingga kami tertidur. Saya merindukan tawanya ketika dia menggoda ibunya," kata Gemma.
Gemma menyatakan dia terkejut ketika mengetahui suaminya termasuk dalam daftar tersangka narkoba. Garcia kemudian diminta oleh kapten polisi di Barangay untuk menyerah dan membersihkan namanya, demi keselamatan dirinya.
Gemma mengaku ia tak habis pikir mengapa ada pria menyerang suaminya, yang menurut dia, tak pernah terlibat narkoba. "Kami takut tinggal di sini. Tapi masalahnya, ke mana kami pergi? Penembak itu mungkin saja kembali lagi dan mengincar suami saya," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Polisi Dagupan, Inspektur Neil Miro menduga bahwa kelompok pengedar narkoba berada di balik serangan ini. Hingga Selasa (23/8), sudah 26 tersangka pengedar narkoba tewas di kota itu, empat di antaranya dalam baku tembak dengan polisi.
Metode Duterte dalam memberantas narkoba di negaranya terus dikritik berbagai pihak. Hampir 2.000 orang terduga pengedar dan pengguna narkoba tewas sejak Duterte dilantik sebagai Presiden Filpina pada 30 Juni lalu.
Pengamat dari organisasi International Center for Transitional Justice (ICTJ) yang berbasis di New York, Ruben Carranza, menyoroti bahwa sebagian besar mereka yang tewas dalam pembunuhan di luar hukum karena diduga pengedar narkoba adalah rakyat Filipina yang miskin.
"Apakah mereka benar-benar pemakai atau pengedar narkoba? Kita tak tahu, karena mereka tak pernah secara resmi didakwa atau ditangkap," ujar Carranza kepada
CNN Indonesia.com lewat surat elektronik, Kamis (25/8).
Duterte mengklaim bahwa 756 dari 2.000 orang yang dibunuh oleh polisi itu memang merupakan tersangka pengedar narkoba yang menolak ditahan. Sementara itu, lebih dari seribu orang lainnya tewas dalam perang antar-geng narkoba.
(ama/stu)