Jakarta, CNN Indonesia -- Kerja keras konservasi di China selama puluhan tahun akhirnya terbayarkan. Panda raksasa yang pada mulanya berstatus "hampir punah", pada minggu kemarin (4/9) telah berubah status menjadi "rentan", kata pejabat berwenang.
Peningkatan jumlah panda raksasa (Ailuropoda melanoleuca) merupakan info terkini dari Red List yang dikeluarkan oleh Persatuan Cagar Alam Internasional (IUCN). Red List merupakan daftar terlengkap spesies tumbuhan dan hewan.
IUCN memperkirakan jumlah populasi terkini dari panda raksasa dewasa kurang lebih 1.864 ekor. Walaupun jumlah persisnya tidak tersedia, jika ditambahkan dengan anak panda, diperkirakan jumlahnya dapat mencapai 2.060 ekor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil serangkaian survei berskala nasional menunjukkan penurunan populasi sebelumnya telah terhenti, dan populasi mulai meningkat," kata laporan terbaru dari IUCN.
"Peningkatan status tersebut membuktikan usaha Pemerintah China dalam melestarikan spesies ini efektif."
Berbagai upaya dilakukan China untuk menyelamatkan ikon negara berwarna hitam dan putih ini, salah satunya deengan menanam hutan bambu yang merupakan makanan dan habitat panda.
Melalui program "penyewaan panda", China juga menyewakan hewan itu untuk ditangkarkan di kebun binatang luar negeri. Biaya sewa itu kemudian diinvestasikan kembali untuk konservasi.
 Panda raksasa China selamat dari kepunahan. (Getty Images) |
Namun IUCN mengingatkan untuk tidak terlalu gembira. Pasalnya dalam 80 tahun ke depan jumlah panda diperkirakan berkurang sepertiganya karena pemanasan global akibat penggunaan bahan bakar fosil.
"Populasi panda diperkirakan menurun, memutarbalikkan pencapaian yang telah dilakukan selama dua puluh tahun belakangan ini," kata laporan IUCN.
IUCN mengucapkan China berencana untuk memperluas usaha konservasi panda merupakan tindakan yang positif dan harus didukung kuat untuk memastikan implementasinya berjalan efektif.
Gorila di ambang kepunahanDi samping berita baik soal panda, terdapat berita buruk mengenai gorila.
Gorila timur yang mendiami hutan pegunungan di Republik Demokratik Kongo Timur, barat laut Rwanda dan barat daya Uganda, dilaporkan berkurang jumlahnya akibat turut menjadi korban perang saudara.
IUCN mencatat, perburuan gorila timur, yang dipicu oleh penyebaran senjata api, mengakibatkan penurunan populasi hingga lebih dari 70% pada 20 tahun terakhir.
Populasi gorila timur, yang terdiri dari dua subspesies, diperkirakan kini berjumlah kurang dari 5.000 ekor, menyebabkan statusnya dari "terancam punah" berubah menjadi "sangat terancam punah".
Salah satu subspesiesnya, gorila Grauer, kehilangan 77% populasinya sejak tahun 1994, menurun dari 16.900 ekor menjadi 3.800 pada tahun 2015. Subspesies lainnya, gorila gunung, jauh lebih baik kondisinya. Gorila gunung jumlahnya meningkat sekitar 880 ekor dibanding tahun 1996.
 Gorila menjadi spesies yang berada di ambang kepunahan. (AFP Photo/Ben Stansall) |
Selama dua puluh tahun terakhir, gorila grauer telah menjadi korban perburuan liar oleh pekerja di kamp-kamp pertambangan dan diperdagangkan secara ilegal, kata IUCN.
Ancaman lainnya meliputi penurunan dan hilangnya habitat akibat kegiatan pertanian dan perternakan di Kongo, bersamaan dengan ekstraksi sumber daya alam yang merusak habitat alami hewan.
Penambangan liar juga menghancurkan dataran rendah Taman Nasional Kahuzi-Biega yang menjadi habitat gorila Grauer. Selain itu, perusakan hutan untuk produksi kayu, arang dan pembukaan lahan pertanian terus mengancam populasi gorila yang terisolasi di Kivu Utara dan Itombwe Massif.
IUCN mencatat ada empat spesies kera besar yang statusnya sangat terancam punah, yaitu gorila timur, gorila barat, orangutan Kalimantan dan orangutan Sumatera. Sementara simpanse dan bonobo dianggap terancam punah.
Red List IUCN telah mendata 82.954 spesies hewan dan tumbuhan. Sepertiganya, 23.928, terancam punah.
(den)