Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kota Davao, Filipina, berencana untuk melarang perempuan Muslim memakai burqa saat masuk ke dalam mal dan institusi publik lainnya demi alasan keamanan.
Kepala Pusat Komando Keamanan dan Keselamatan Publik (PSSCC), Benito de Leon, mengatakan bahwa rencana ini merupakan bagian dari protokol keamanan menyusul insiden ledakan di sebuah pasar malam di Davao yang merenggut 15 nyawa dan melukai 69 orang lainnya pada 2 September lalu.
De Leon kemudian menjabarkan bahwa melalui protokol ini, warga akan diminta untuk melepas semua aksesoris yang menutupi wajah seseorang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan meminta orang yang ingin memasuki mal dan tempat umum lainnya untuk melepas topi, penutup kepala, kacamata hitam, termasuk juga hijab untuk inspeksi. Semua yang dapat menutupi wajah atau identitas mereka," tutur De Leon seperti dikutip
Inquirer, Jumat (15/9). Hijab di sini kemungkinan merujuk ke burqa yang menutupi hampir seluruh bagian wajah.
Rencana ini langsung ditentang oleh kelompok Suara Bangsamoro. Menurut mereka, rencana pemerintah ini tidak menghargai keyakinan agama dan kebudayaan seseorang.
Kota Davao sendiri terletak di Mindanao, Filipina selatan. Meski Mindanao dilanda berbagai aksi kekerasan dari kelompok pemberontak Muslim, Davao merupakan salah satu kota yang dinilai aman.
Insiden ledakan pada 2 September lalu pun dianggap sebagai pukulan terhadap Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. Sebelum naik takhta menjadi presiden, Duterte merupakan wali kota bagi kampung halamannya tersebut selama 22 tahun.
Wali Kota Davao yang juga merupakan putri dari Duterte, Sara Duterte-Carpio, mengonfirmasi adanya dugaan dari Istana Kepresidenan Filipina bahwa dalang di balik serangan ini adalah kelompok militan Abu Sayyaf.
Tak lama setelah itu, Abu Sayyaf mengklaim bahwa pelaku serangan tersebut adalah kelompok sekutu mereka, Daulut Ul Islamiya. Mereka mengancam tidak akan berhenti hingga Duterte pindah agama menjadi Islam.
"(Serangan akan berhenti) jika Duterte menerima hadis kami menjadi hukumnya dan dia pindah agama menjadi Islam," kata ujar Muammar Askali, juru bicara dari Al Haraktul Al Islamiya, nama resmi Abu Sayyaf.
Askali mengatakan bahwa Daulut Ul Islamiya melancarkan serangan ini sebagai bentuk simpati terhadap Abu Sayyaf.
Ia kemudian mengatakan bahwa insiden di kampung halaman Duterte ini hanya sebuah awal yang akan diikuti dengan serangan-serangan serupa. Serangan ini akan terus dilakukan selama militer Filipina masih menggempur Abu Sayyaf di markas mereka, Pulau Jolo.
Sejak Duterte memerintahkan militer menghancurkan Abu Sayyaf di sekitar Jolo pada 26 Agustus, sekitar 9.000 tentara sudah dikerahkan untuk menggempur kelompok militan itu. Hingga kini, 15 tentara dan 30 militan dilaporkan tewas dalam operasi ini.
(stu/stu)