Jakarta, CNN Indonesia -- Setahun sudah Rusia terlibat dalam konflik berdarah di Suriah, setelah Presiden Vladimir Putin memutuskan membantu rezim Bashar al-Assad menggempur kelompok yang mereka labeli "pemberontak". Namun keadaan tidak juga berubah, malah semakin parah, terutama di wilayah Aleppo yang kini menjadi jantung penyerangan rezim di Damaskus dan kekuatan Moskow.
Rusia memutuskan membantu Assad pada 30 September 2015 setelah beberapa kali membela Suriah di Dewan Keamanan PBB yaitu dengan memveto setiap keputusan demi menghentikan perang yang merugikan Damaskus. Data PBB dan utusan Liga Arab menyebutkan, sedikitnya 400 ribu orang tewas sejak konflik Suriah pecah pada 2011.
Beberapa bulan terakhir, gempuran kian gencar dilancarkan Suriah yang dibantu serangan udara Rusia ke Aleppo. Per Januari 2016, korban tewas di Aleppo telah lebih dari 30 ribu orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemandangan mengerikan tergambarkan saat sebuah rekaman bocah bersimbah darah di ambulans yang mencuat ke seluruh dunia bulan lalu.
Serangan dilancarkan kembali di Aleppo setelah gencatan senjata berakhir pekan lalu. Hampir 100 anak tewas dan sejumlah rumah sakit dibom di Kota Aleppo para Rabu (28/9).
Keadaan ini kian parah setelah Assad mengerahkan pasukan darat untuk menggempur kelompok pemberontak, Aleppo dibombardir dari darat dan udara.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, pun menyebut kondisi di Aleppo kini lebih parah dari rumah jagal.
Setidaknya tujuh orang tewas dan salah satu rumah sakit tak dapat beroperasi akibat pengeboman yang ternyata juga menghantam satu pusat distribusi roti.
Lembaga Syrian Observatory for Human Rights melaporkan ada enam orang tewas di luar pusat distribusi itu.
Suriah-Rusia lakukan kejahatan perangBeberapa jam setelah pengeboman ini, Ban berbicara di hadapan Dewan Keamanan PBB. Secara implisit, Ban menyebut Suriah dan Rusia melakukan kejahatan perang.
"Mari kita tegaskan, mereka yang menggunakan senjata destruktif tahu betul apa yang mereka lakukan. Mereka tahu mereka melakukan kejahatan perang," katanya seperti dikutip
The Independent.
Ban kemudian mengajak anggota Dewan Keamanan PBB untuk membayangkan keadaan di Aleppo yang terus memanas setelah gencatan senjata yang digagas AS dan Suriah berakhir.
"Orang yang bagian tubuhnya meledak, anak-anak kesakitan dan tak ada obatnya, terinfeksi, menderita, sekarat. Mereka tak punya tempat berlindung dan tak melihat adanya akhir. Bayangkan sebuah rumah jagal. Ini lebih parah. Bahkan rumah jagal lebih manusiawi," katanya.
Merujuk pada data badan anak PBB, UNICEF, setidaknya 96 anak tewas dan 223 lainnya terluka sejak gencatan senjata berakhir Jumat pekan lalu.
 Dampak serangan di Aleppo. (Reuters/Abdalrhman Ismail) |
Terperangkap dalam mimpi burukMenurut wakil direktur eksekutif UNICEF, Justin Forsyth, anak-anak di kota itu "terperangkap di dalam mimpi buruk" dan penderitaan itu merupakan "yang terburuk yang pernah dilihat."
Ban pun mendesak DK untuk mengambil "langkah tegas" guna melindungi fasilitas kesehatan dan staf medis.
Sementara itu, pejabat AS kini sedang menimbang penerapan "rencana B" setelah gagalnya "rencana A" mereka akibat dilanggarnya gencatan senjata oleh Rusia.
Seperti diberitakan
The Guardian, salah satu pilihannya adalah dengan menjatuhkan sanksi terhadap individu atau institusi, bisa termasuk pilot dan komandan unit, yang terlibat dalam penyerangan terhadap konvoi kemanusiaan PBB, serta pengeboman di Aleppo.
Menurut AS, hubungan mereka dengan Rusia kini sedang ada di titik balik. Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, bahkan memperingatkan Menlu Rusia, Sergei Lavrov, bahwa Washington akan menghentikan pembicaraan soal konflik kecuali Moskow berhenti menyerang Aleppo.
Namun di lain sisi, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Evgeny Zagaynov, mengatakan bahwa Moskow disalahkan atas "sebagian besar serangan terhadap fasilitas sipil di Suriah" tanpa investigasi dan verifikasi independen.
Sementara itu pemerintah AS bersikeras bahwa diplomasi adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri perang di Suriah. "Penyebab apa yang terjadi saat ini adalah Assad dan Rusia sama-sama ingin kemenangan militer," kata Menteri Luar Negeri AS John kerry.
"Hari ini tidak ada gencatan senjata dan kita tidak membicarakannya lagi. Dan apa yang terjadi? Tempat itu [Aleppo] benar-benar hancur. Itu bukanlah khayalan," lanjut Kerry.
Perundingan boleh jadi mandek, namun penderitaan warga Aleppo terus berlanjut.
Al-Jazeera memberitakan, tim medis sangat terbatas. Di timur Aleppo saja, hanya ada 30 dokter di wilayah dengan populasi 300 ribu orang.
Hanya ada satu orang dokter kandungan dan dua orang dokter anak untuk menangani wanita hamil dan 85 ribu anak di Aleppo.
(den)