Jakarta, CNN Indonesia -- Peristiwa langka terjadi di upacara pemakaman Shimon Peres: Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjabat tangan.
Diberitakan AFP Abbas hadir dalam pemakaman mantan presiden Israel itu di Yerusalem pada Jumat (30/9). Abbas menyalami Netanyahu saat keduanya bertemu di tengah kerumunan orang dalam pemakaman tersebut.
"Senang bertemu denganmu. Sudah lama," ujar Abbas, seperti yang ditayangkan dalam video yang direkam oleh staf Netanyahu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peristiwa itu juga diabadikan oleh para tetamu yang langsung memasang ponsel mereka dalam mode merekam video.
Netanyahu dan istrinya, Sara, kemudian berterima kasih atas kehadiran Abbas. "Atas nama saya dan rakyat saya, kehadirannya sangat dihargai," kata Netanyahu.
Ini adalah kunjungan dan pertemuan yang langka antara Abbas dan Netanyahu. Untuk ke Yerusalem, Abbas harus melalui pos pemeriksaan militer Israel dari Ramallah, daerah pendudukan Tepi Barat.
Namun jabat tangan itu dianggap sebagai formalitas belaka dan tidak berpengaruh bagi upaya perdamaian Israel-Palestina yang mandek.
Perundingan damai kedua negara terhenti tahun 2014 setelah Netanyahu menghentikan moratorium pembangunan permukiman Yahudi di daerah caplokan di Tepi Barat.
Abbas dan Netanyahu tidak pernah bertemu langsung di meja perundingan sejak tahun 2010.
Abbas mendapat kehormatan untuk duduk di baris terdepan dalam upacara pemakaman Peres, antara Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama juga sempat menyapa Abbas dengan sebuah pelukan untuk kemudian berdiri di samping Netanyahu.
Shimon Peres meninggal dunia di usia 93 tahun setelah dua pekan sebelumnya terserang stroke. Abbas memiliki sejarah tersendiri dengan Peres. Di tahun 1993, Abbas sebagai wakil PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) ikut menandatangani rencana perdamaian Israel-Palestina di Oslo yang digagas Peres dan Yasser Arafat.
Akibat rencana perdamaian itu, Peres, Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin diganjar Penghargaan Nobel Perdamaian.
"Peres adalah mitra dalam membuat rencana perdamaian yang berani dengan syuhada Yasser Arafat dan Perdana Menteri Rabin, dan melakukan upaya tanpa henti untuk mencapai perdamaian dari kesepakatan Olso hingga akhir hidupnya," kata Abbas dalam pernyataan atas kematian Peres.
Partai Hamas yang menguasai Jalur Gaza mengecam Abbas atas pernyataannya tersebut, dengan mengatakan bahwa dia "telah merendahkan darah para syuhada dan penderitaan rakyat Palestina."
Walau dianggap tokoh perdamaian, namun bagi Hamas dan sebagian besar negara Arab, Peres adalah "penjahat perang" yang ikut mendirikan Israel dengan peperangan, pendudukan dan pembunuhan di atas tanah Palestina.
Peres juga menjabat perdana menteri pada 1996 saat lebih dari 100 warga sipil terbunuh di pusat penampungan PBB di desa Qana, Libanon, akibat serangan Israel.
(den)