Rekaman Pembunuhan Sadis WNI Diputar di Pengadilan Hong Kong

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Selasa, 25 Okt 2016 15:11 WIB
Rurik Jutting dalam video yang direkamnya dengan iPhone terlihat menikmati tindakan sadis yang dilakukannya terhadap Seneng Mujiasih dan Sumarti Ningsih.
Pengadilan atas pembunuhan dua wanita Indonesia di Hong Kong dilanjutkan pada pekan ini dengan agenda melihat rekaman dari ponsel pelakunya, Rick Jutting. (AFP Photo/Philippe LOPEZ)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan kasus pembunuhan dua wanita Indonesia di Hong Kong dilanjutkan pada pekan ini dengan agenda melihat rekaman aksi sadis pelakunya, Rurik Jutting terhadap para korban. Rekaman memilukan yang tidak diperlihatkan ke publik itu menunjukkan tersangka sangat menikmati pembantaian yang dia lakukan kepada dua pekerja migran Indonesia.

Jutting, 31, pada Senin (24/10) menolak mengaku bersalah atas dakwaan pembunuhan berencana. Bankir asal Inggris ini hanya akan mengaku bersalah untuk dua dakwaan pembunuhan dan satu dakwaan pencegahan pemakaman sesuai hukum. Namun, jaksa penuntut tidak menerima klaim Jutting itu.

Pada Selasa (25/10), menurut laporan Reuters, para juri di pengadilan Hong Kong, yang terdiri dari empat wanita dan lima pria, terlihat tak tega melihat rekaman sadis selama 20 menit dari iPhone milik tersangka. Para juri terlihat berkali-kali menahan nafas, memalingkan pandangan dan memejamkan mata menyaksikan pembunuhan Sumarti Ningsih dan Seneng Mujiasih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara Jutting, berkacamata dan mengenakan kemeja biru, diapit oleh tiga polisi ketika melihat rekaman itu. Jutting bahkan berkali-kali terlihat menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan, ketimbang menyaksikan perbuatannya yang ditampilkan di layar kaca.

Sumarti dan Seneng, keduanya berusia 20-an, ditemukan tewas di apartemen Jutting pada 1 November 2014 dini hari, setelah si pelaku menelepon polisi dan mengakui perbuatannya.

Jaksa penuntut John Reading memaparkan bahwa sebelum tewas Ningsih disiksa menggunakan tang, alat bantu seks dan sabuk selama tiga hari di apartemen Jutting di distrik Wan Chai, Hong Kong. Di wilayah itu, apartemen mewah memang terletak dekat dengan distrik "lampu merah," menurut laporan AFP.

Ningsih berada di Hong Kong menggunakan visa wisatawan. Reading mengungkapkan bahwa Ningsih sebelumnya sudah berhubungan seks dengan Jutting di sebuah hotel demi mendapatkan bayaran. Namun, Ningsih rela dibayar setengah dari harga yang disepakati, agar dapat pergi lebih cepat dari apartemen Jutting, karena dia disiksa.

Ningsih kemudian setuju bertemu Jutting lagi pada 26 Oktober 2016 ketika bankir itu kembali menawarinya sejumlah uang.

Dalam rekaman, terlihat Jutting berbicara dengan suara halus sembari dia menyiksa dan memutilasi Ningsih.

"Ini lebih baik ketimbang dipukul kan? Jangan menangis, jadilah gadis baik," ujar Jutting sembari melayangkan tinju ke Ningsih, yang dia sebut dengan nama panggilan "Alice."

Jutting kemudian membunuhnya di kamar mandi dengan pisau bergerigi.

Setelah dibunuh, tubuh Ningsih kemudian dibungkus plastik dan selimut, dan diletakkan di dalam sebuah koper.

Dalam rekaman di ponselnya, Jutting menyatakan bahwa dia sangat menikmati pembunuhan tersebut, dan mengaku ia tak mungkin melakukannya tanpa mengonsumsi kokain.

"Saya memperlakukannya tak seperti manusia, melainkan seperti mainan seks," ujarnya.

Pada 31 Oktober, Jutting bertemu Mujiasih di sebuah bar di Wan Chai dan menawarinya sejumlah uang untuk berhubungan seksual. Mujiasih berada di Hong Kong menggunakan visa untuk pekerja domestik.

Sebelum bertemu dengan Mujiasih, Jutting menyembunyikan dua pisau di bawah sofanya. Dia juga membeli obor kecil, plastik dan palu, menurut fakta pengadilan yang dibacakan hakim.

Mujiasih pun dibunuh Jutting dengan cara yang sadis pada malam itu.

Ketika polisi datang setelah menerima telepon Jutting, mereka menemukan tubuh Mujiasih telungkup bersimbah darah di ruang tamu, tanpa busana, dengan luka pisau dari leher hingga pantat.

Sementara potongan tubuh Ningsih ditemukan di sebuah koper yang terletak di balkon.

Di pengadilan, Jutting mengaku menggunakan kokain dan berhalusinasi.

Jutting merupakan lulusan Universitas Cambridge dan mantan bankir Bank of America Merrill Lynch. Dia terancam hukuman seumur hidup atas dakwaan pembunuhan.

Setelah menjalani tes kesehatan mental, Jutting dinyatakan sehat dan dapat diadili. Ia kini ditahan di penjara dengan keamanan tingkat tinggi di Hong Kong.

Ini merupakan kasus pembunuhan terbesar di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir. Bertepatan dengan pengadilan Jutting, kelompok pekerja migran Indonesia meluncurkan demonstrasi agar Jutting mendapat hukuman terberat dan kondisi pekerja migran mendapat perhatian lebih besar dari pemerintah. (ama/den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER