Pembalut jadi Barang Langka di Kecamuk Perang Suriah

Amanda Puspita Sari/AFP | CNN Indonesia
Jumat, 28 Okt 2016 17:51 WIB
Produk kewanitaan mulai jarang ditemukan di kota yang terkepung di Suriah sejak pada 2012. Jikalau ada, harganya meroket dan tak terjangkau.
Produk kewanitaan mulai jarang ditemukan di kota yang terkepung di Suriah sejak pada 2012. Jikalau ada, harganya meroket dan tak terjangkau. (Reuters/Abdalrhman Ismail)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seperti wanita pada umumnya, Huda sangat tidak menikmati masa haid yang datang setiap bulan. Namun, ini bukan soal rasa sakit atau tidak nyaman, melainkan karena pembalut merupakan barang langka yang sulit ditemukan bagi warga yang terjebak pertempuran di Suriah.

Huda, bukan nama sebenarnya, mengungkapkan kepada AFP bahwa pembalut dan air bersih merupakan hal yang mewah di lingkungan tempat tinggalnya di Saqba, Ghouta Timur, kota yang dikuasai kelompok pemberontak. Kota yang hanya berjarak 11 km dari ibu kota Damaskus ini berada dalam kepungan tentara pemerintah sejak 2013 lalu.

Huda memaparkan produk kewanitaan mulai jarang ditemukan sejak 2012. Jikalau ada, harganya meroket, tak terjangkau oleh Huda dan suaminya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya terpaksa menggunakan kain. Namun, saya terkena infeksi, jadi saya memutuskan membeli sedikit [pembalut] untuk digunakan satu kali sehari," ujarnya.

"Satu pembalut saya pakai untuk waktu yang lama," kata wanita berusia 23 tahun ini.

Akibatnya, ia terkena infeksi jamur di saluran vagina dan saluran kencing, dan menderita sakit di ginjalnya.

"Saya mencoba mendapatkan perawatan, namun semuanya berjalan lambat, karena mahalnya pengobatan," tuturnya.

Lebih dari 860 ribu warga Suriah tinggal dalam pengepungan tentara. Pemerintah menutup akses warga untuk mendapatkan air bersih dan bantuan. Makanan dan sejumlah kebutuhan dasar lainnya sulit didapatkan, apalagi pembalut.

Padahal, sanitasi yang buruk dapat mengakibatkan penyakit kelamin yang serius. Kondisi hidup terasa lebih berat bagi para wanita, karena membicarakan hal ini dianggap tabu di kalangan masyarakat Suriah. Karena alasan ini pula Huda memilih menggunakan nama samaran.

Semuanya sulit

Kelompok bantuan menyatakan pembalut merupakan bagian dari paket bantuan kesehatan yang mereka kirimkan ke daerah-daerah yang terkepung. Namun, akses pengiriman bantuan dibatasi pemerintah, dan apa yang mereka kirimkan terkadang tidak mencukupi kebutuhan warga di suatu daerah.

UNICEF telah mengirimkan 84 ribu paket sanitasi ke daerah yang terkepung di Suriah sepanjang 2016. Namun, hanya terdapat 10 paket pembalut dalam ribuan paket itu.

Jika sepertiga dari 860 ribu yang hidup dalam pengepungan adalah wanita yang sedang haid, maka akan dibutuhkan lebih dari 10 juta pembalut sepanjang tahun.

Sejumlah kelompok penyalur bantuan mengaku mereka belum memiliki informasi soal berapa banyak warga yang menderita penyakit akibat kurangnya produk kewanitaan.

"Karena masalah ini sangat sensitif, tim penilaian kesehatan belum mengumpulkan informasi tentang potensi medis atas masalah ini," kata Ingy Sedky dari Komite Internasional Palang Merah. (ama/den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER